JAKARTA, BeritaBhayangkara.com – Pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diberikan kepada pelaku usaha korporasi padat karya dan dukungan insentif listrik untuk industri, bisnis dan sosial. Kebijakan ini merupakan bentuk dukungan Pemerintah bagi pelaku ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19 yang tidak hanya dirasakan oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) namun juga oleh usaha pada skala korporasi padat karya, dan masyarakat umum.
Program Penjaminan Pemerintah Kepada Korporasi Padat Karya
Penjaminan Pemerintah kepada Korporasi Padat Karya dilakukan melalui penyediaan fasilitas penjaminan sehingga perbankan dapat menambah exposure kredit modal kerja kepada pelaku usaha. Program ini bertujuan untuk menunjang kebutuhan korporasi padat karya atas tambahan kredit modal kerja agar dapat kembali melakukan aktivitas secara maksimal selama masa pandemi. Diharapkan melalui program ini, pelaku usaha dapat menghindari aksi pengurangan tenaga kerja.
“Sehingga dengan demikian program ini menjadi sangat penting agar menjadi daya tahan agar korporasi bisa melakukan rescheduling bahkan juga bisa meningkatkan kredit modal kerja”, ujar ungkap Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam keterangan yang diterima awak media ini, Rabu (29/07/2020).
Sesuai dengan PP 43/2019 dan/atau padat karya sesuai PMK 16/2020, fasilitas penjaminan kredit modal kerja korporasi ditujukan kepada pelaku usaha korporasi yang memiliki usaha berorientasi ekspor dan/atau padat karya yang memiliki minimal 300 karyawan. Pelaku usaha korporasi yang dijamin tidak termasuk kategori BUMN dan UMKM, dan tidak termasuk dalam daftar kasus hukum dan/atau tuntutan kepailitan serta memiliki performing loan lancar sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Besaran tambahan kredit modal kerja yang dijamin bernilai antara Rp 10 miliar sampai dengan Rp1 triliun.
Dalam skema penjaminan kredit modal kerja korporasi, porsi penjaminan sebesar 60 persen dari kredit, namun untuk sektor-sektor prioritas porsi yang dijamin sampai dengan 80 persen dari kredit. Sektor prioritas tersebut antara lain:
a. Pariwisata (hotel dan restoran);
b. Otomotif;
c. TPT dan alas kaki;
d. Elektronik;
e. Kayu olahan, furnitur, dan produk kertas; serta
f. Sektor usaha lainnya yang memenuhi kriteria terdampak Covid-19 sangat berat, padat karya dan/atau memiliki dampak multiplier tinggi serta mendukung pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Pemerintah menanggung pembayaran imbal jasa penjaminan sebesar 100% atas kredit modal kerja sampai dengan Rp300 miliar dan 50% untuk pinjaman dengan plafon Rp300 miliar sampai Rp 1 triliun. Skema penjaminan direncanakan berlangsung hingga akhir 2021 dan diharapkan dapat menjamin total kredit modal kerja yang disalurkan perbankan hingga Rp100 triliun.
Selanjutnya, Menteri Keuangan menjelaskan bahwa “LPEI desainnya hanya untuk yang export-oriented tapi sekarang kita perluas untuk yang industri substitusi impor juga yang bisa memberikan dampak yang positif dan PII yang hanya tadinya penjaminan infrastruktur kita juga redesain untuk bisa menjadi second layer dari guarantee atau loss limit sehingga ini juga merupakan sesuatu yang akhirnya membuat Spesial Vehicle missionnya kementerian keuangan makin memiliki kemampuan dan kita harapkan juga punya tata kelola yang sesuai dengan tantangan yang ada.” LPEI dan PII akan berkontribusi dalam skema penjaminan atas pinjaman modal kerja yang diberikan perbankan kepada pelaku usaha Korporasi padat karya. Kapasitas LPEI dan PT PII merupakan lembaga penjamin yang memiliki jenis penjaminan sovereign guarantee dan didukung peningkatan kapasitas finansial melalui penyertaan modal negara (PMN).
Pemerintah juga akan menanggung Imbal Jasa Penjaminan (IJP) yang disediakan dalam bentuk subsidi sehingga tidak membebani pelaku usaha. Dukungan yang diberikan pemerintah dalam skema penjaminan ini ada 3, yaitu subsidi belanja IJP, PMN untuk LPEI dan PT PII, dan Stop loss yang diberikan kepada penjamin untuk memastikan risiko yang ditanggung sesuai dengan porsi risiko gagal bayar dari pinjaman yang ditentukan. Stop loss diberikan dalam bentuk IJP stop loss yang ditanggung oleh Pemerintah, serta Pemerintah memberikan backstop apabila klaim melebihi threshold klaim yang ditanggung oleh PT PII.
Dalam rangka mendukung penyaluran kredit perbankan, Pemerintah juga melakukan penempatan dana pada bank umum mitra antara lain Bank Himbara, Bank Pembangunan Daerah, serta Bank umum lainnya yang memenuhi kriteria yang disyaratkan. Penempatan dana pada bank umum disyaratkan untuk dilakukan leverage sehingga penyaluran kredit diharapkan dalam jumlah yang berlipat dari penempaan dana. Sebanyak 15 perbankan yang akan memanfaatkan fasilitas Penjaminan Pemerintah ini:
1. PT Bank Central Asia, Tbk;
2. PT Bank Danamon Indonesia, Tbk;
3. PT Bank DBS Indonesia;
4. PT Bank HSBC Indonesia;
5. PT Bank ICBC Indonesia;
6. PT Bank Maybank Indonesia;
7. PT Bank Resona Perdania, Tbk;
8. Standard Chartered Bank;
9. PT Bank UOB Indonesia;
10. PT Bank Mandiri (Persero), Tbk;
11. PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk;
12. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk;
13. PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk;
14. Bank DKI;
15. Bank MUFG, Ltd.
Ketua Dewan Otoritas Jasa Keuangan, Wimboh Santoso menyebutkan bahwa “Dengan berbagai upaya insentif yang dilakukan pemerintah kita harapkan ini segera cepat pulih, lending growth cepat naik dan kami laporan Bu menteri yang kemarin 30 T sudah cukup bagus direspon oleh Bank Himbara ya kami rasa ini kurang dari tiga bulan sudah bisa tercapai untuk leverage 3 kali.”
Selain penempatan dana penjaminan, Pemerintah juga memberikan tambahan perluasan insentif pajak sebagai dukungan kepada korporasi. Insentif pajak yang sudah diberikan masih perlu terus diperbaiki dan diperluas. Realisasi per 22 Juli, realisasi insentif usaha sebesar Rp16,4 triliun atau 13,34% dari target.
Penandatanganan Program Penjaminan Pemerintah kepada Korporasi Padat karya dilakukan hari ini di Jakarta dan disaksikan oleh Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dukungan Insentif Listrik Untuk Industri, Bisnis dan Sosial
Dalam rangka meringankan beban listrik, serta untuk mendukung proses pemulihan ekonomi nasional, Pemerintah akan memberikan insentif listrik yang ditujukan untuk meringankan beban listrik bagi pelanggan Industri, Bisnis dan Sosial.
Pemberian insentif listrik berupa Relaksasi Tarif Minimum, Untuk Industri, Bisnis dan Sosial melalui relaksasi penerapan aturan rekening minimum (RM), yaitu Pelanggan hanya membayar sejumlah jam pemakaian, dan selisihnya akan dibayarkan oleh Pemerintah.
Target penerima yaitu pelanggan yang pemakaian kWh nya di bawah Energi Minimum 40 jam (Emin), dan direncanakan akan diberikan selama 6 bulan (Juli – Desember 2020). Anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp3 triliun, yang direncanakan akan diberikan kepada:
a. Sebanyak 112.223 Pelanggan Sosial, dengan kebutuhan Rp285,9 miliar;
b. Sebanyak 330.653 Pelanggan Bisnis mulai dari daya 900 VA ke atas, dengan kebutuhan Rp1.306,1 miliar;
c. Sebanyak 28.886 Pelanggan Industri mulai dari daya 900 VA ke atas, dengan kebutuhan Rp1.408,9 miliar; dan
d. Pelanggan dengan golongan daya dibawah 900 VA (relaksasi biaya abonemen) dengan kebutuhan ± Rp70 M.
(Damar)