BANJARBARU, BeritaBhayangkara.com – Kementerian PPN/Bappenas menggelar Dialog Nasional Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN): Kalimantan untuk Indonesia yang mengangkat tema “Menuju Ibu Kota Masa Depan: Smart, Green, Beautiful, dan Sustainable” di Novotel Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Senin (15/7).
Dialog ini dilaksanakan untuk mendapatkan masukan terkait kesiapan Kalimantan Selatan menjadi salah satu calon lokasi IKN, selain Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, dilihat dari perspektif lingkungan hidup serta perspektif sosial dan budaya. Hadir menjadi pembicara utama adalah Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy S. Prawiradinata dan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor. Selain itu, bertindak sebagai pembahas dalam talkshow adalah: Rektor Universitas Lambung Mangkurat Sutarto Hadi, Menteri Lingkungan Hidup (2009-2011) dan Menteri Riset dan Teknologi (2011-2014) Gusti Muhammad Hatta, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Pemerintahan Universitas Lambung Mangkurat Taufik Arbain, dan moderator Hendricus Andy Simarmata.
“Pemindahan ibu kota sudah pasti akan di Kalimantan. Di mana pun ibu kota baru akan dibangun, dampaknya ke seluruh Kalimantan akan signifikan. Ini adalah seri Dialog Ibu Kota Negara untuk tiga lokasi di Kalimantan. Setelah dari sini, kami akan ke Palangkaraya dan Balikpapan. Ibu kota dipindahkan ke tengah agar Indonesia-sentris, seimbang terhadap seluruh wilayah Indonesia. Itulah mengapa Kalimantan menjadi pilihan, selain karena lahan yang luas dan relatif aman bencana. Pemindahan ibu kota negara akan memacu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan, juga mendorong perdagangan antar wilayah Indonesia,” jelas Deputi Rudy. Berdasarkan hasil Rapat Terbatas Kabinet pada 29 April 2019, Presiden RI memberi arahan untuk memilih alternatif ketiga, yaitu ke luar Jawa dan harus berada di tengah NKRI untuk memudahkan akses dari seluruh provinsi serta harus dapat mendorong pemerataan antara Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia.
Kriteria penentuan lokasi yang digunakan adalah: 1) lokasi strategis, secara geografis berada di tengah wilayah Indonesia; 2) tersedia lahan luas milik pemerintah/BUMN Perkebunan untuk mengurangi biaya investasi; 3) lahan harus bebas bencana gempa bumi, gunung berapi, tsunami, banjir, erosi, serta kebakaran hutan dan lahan gambut; 4) Tersedia sumber daya air cukup dan bebas pencemaran lingkungan; 5) dekat dengan kota existing yang sudah berkembang untuk efisiensi investasi awal infrastruktur, meliputi a) akses mobilitas/logistik seperti bandara, pelabuhan dan jalan; b) ketersediaan pelabuhan laut dalam yang sangat penting untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim melalui konektivitas tol laut antar pulau; dan c) tingkat layanan air minum, sanitasi, listrik, dan jaringan komunikasi yang memadai untuk dikembangkan; 6) potensi konflik sosial rendah dan memiliki budaya terbuka terhadap pendatang; 7) memenuhi perimeter pertahanan dan keamanan.
Hingga saat ini, Kementerian PPN/Bappenas masih dalam proses merampungkan kajian untuk menentukan lokasi pasti pemindahan IKN. Presiden RI Joko Widodo akan mengumumkan lokasi terpilih pada tahun ini.“Kalimantan Selatan adalah salah satu alternatif dari ibu kota negara. Kalimantan Selatan berada di posisi sentral. Kalimantan Selatan juga berada di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II di sekitar Selat Makassar. Lebih luar biasa lagi, kita bebas dari gempa bumi dan gunung api. Secara infrastruktur dan daya dukung untuk ibu kota baru, kita punya lima bandara, yaitu: Bandara Warukin, Bandara Syamsudin Noor, Bandara Bersujud, Bandara Gusti Syamsir Alam, dan Bandara Mekar Putih. Kita juga punya wilayah yang bisa dijadikan pelabuhan samudra, yaitu Pelabuhan Samudera Batu Licin, Pelabuhan Nasional Trisakti, Pelabuhan Stagen, dan Pelabuhan Internasional Mekar Putih. Kesiapan infrastruktur lainnya adalah trase kereta api dan jalan bebas hambatan. Kita berharap ada konektivitas perkeretaapian di Kalimantan,” jelas Gubernur Sahbirin Noor. Keunggulan lainnya adalah: (1) berada tepat di tengah wilayah Indonesia; (2) berada dalam cakupan pelayanan jalan nasional; (3) 70 persen wilayah deliniasi tergolong ke dalam kerawanan rendah terhadap bencana banjir; dan (4) secara historis tidak pernah terjadi konflik sosial.
“Gubernur Kalimantan Selatan sering mengatakan, di mana pun IKN dipilih selama di Kalimantan, tetap mendapat manfaat. Terutama dari sisi ekonomi. Misalnya kita menjadi penyedia beras untuk IKN, menjadi lahan untuk lumbung padi nasional. Kalau ibu kota nanti ada, kita bisa jualan. Kedua, orang Banjar ini tipe pejuang, di mana ada ibu kota, orang Banjar akan ‘menyerang’ ke situ, berjualan dan berdagang. Saya tidak melihat kerugian di sini,” ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kalimantan Selatan Nurul Fajar Desira.
Terdapat dua skenario pemindahan Aparatur Sipil Negara (ASN) ke ibu kota baru. Pertama, apabila memindahkan semua ASN baik eksekutif, legislatif, yudikatif sekitar 1,5 juta orang, maka membutuhkan lahan 40 ribu ha. Kedua, apabila memindahkan sebagian ASN melalui skema right-sizing jumlah ASN sekitar 870 ribu orang, maka diperkirakan membutuhkan 30 ribu ha. Dari dua skenario di atas, untuk skenario pertama dibutuhkan Rp 466 triliun, sementara skenario kedua dibutuhkan Rp 323 triliun.
Terkait aspek lingkungan hidup, Deputi Rudy menyampaikan tema besar pemindahan ibu kota baru. “Tema IKN adalah forest city, bukan lagi membangun taman kota tapi didesain sebagai kota hijau. Kita ingin memastikan Kalimantan sebagai paru-paru dunia. Saat ini, baru satu kota di dunia yang mengklaim sebagai forest city, yaitu London. London awalnya bukan kota hijau, namun kemudian didesain dan dikembangkan menjadi forest city,” jelas beliau. Lebih lanjut, Gusti Muhammad Hatta menambahkan bahwa Kalimantan Selatan memenuhi kriteria kesiapan aspek lingkungan yang telah dipaparkan Deputi Rudy, meskipun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. “Kalau bicara terkait lingkungan hidup, ada kata kunci yang tidak boleh lepas, yaitu daya dukung dan daya tampung. Kalau Jakarta, daya dukung dan daya tampungnya rendah, tapi kalau Kalimantan masih bagus. Namun yang masih harus kita perhatikan adalah kebakaran hutan dan lahan. Diperlukan kesungguhan semua pihak serta kegiatan proaktif dan preventif,” jelas beliau.
Terkait aspek sosial dan budaya, Taufik Arbain menelaah dari tiga aspek, yakni demografis, sosiologis, dan antropologis. “Jika ibu kota pindah ke Kalimantan Selatan, maka akan ada 1,5 juta penduduk yang menghuni di ibu kota baru ditambah 4,2 juta penduduk Kalimantan Selatan, maka total 5,7 juta jiwa. Yang perlu kita siapkan adalah wilayah tersebut akan dihuni berapa penduduk termasuk migration effect-nya. Terkait apakah masyarakat Banjar terbuka, tidak ada fakta atau data yang menunjukkan konflik yang besar. Mereka tidak merasa dalam kondisi yang tidak berdaya, semua lini kekuasaan politik dan ekonomi hampir merata dipegang oleh mereka. Rasa keterwakilan masyarakat Kalimantan Selatan terhadap tokoh-tokohnya menimbulkan rasa telah direpresentasi. Bagi masyarakat menengah ke bawah, juga tidak ada rasa akan terpinggirkan. Terkait pengalaman sosial kebudayaan, mereka paham saat mereka berada di tempat orang maka mereka diterima, dan saat kita berada di tempat mereka maka kita diterima oleh mereka. Jadi, tidak perlu takut apakah nanti akan mendegradasikan wilayah keagamaan dan adat mereka,” jelas beliau.
Rektor Sutarto Hadi menjelaskan Universitas Lambung Mangkurat yang terpisah di lima lokasi pada 2025 akan menempati lokasi yang baru, yakni di IKN. Hal ini akan mendorong Kalimantan Selatan untuk dapat menyiapkan SDM yang berkualitas di Kalimantan Selatan dalam rangka mendukung pemindahan IKN. “Human capital menjadi isu sentral dalam pemindahan IKN. Masyarakat Kalimantan Selatan adalah masyarakat yang memiliki daya tahan yang tinggi. Kita bisa menyiapkan sumber daya itu. Dari segi akademis dan intelektual, kita cukup layak men-support IKN ini. Program Afirmasi juga dikembangkan untuk mendorong peningkatan pendidikan khususnya bagi dayak meratus,” jelas beliau.
Pewarta: Manurung