JAKARTA, BeritaBhayangkara.com – Pada Jumat, 20 Oktober 2018 lalu, Presiden Joko Widodo menghadiri Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia yang digelar di Nusa Dua, Bali. Saat itu, Presiden Jokowi menyampaikan pidato yang memukau dunia yang dikenal dengan “Game of Thrones Speech”. Dalam pidatonya itu, Presiden Jokowi menganalogikan kondisi ekonomi global yang diwarnai dengan maraknya perang dagang seperti episode perdana serial Game of Thrones: Winter is Coming.
Setahun lebih berselang, atau tepatnya pada Kamis, 28 November 2019, Presiden Jokowi kembali mengambil nilai-nilai dalam sebuah film saat menganalogikan situasi ekonomi. Kali ini, Presiden Jokowi menjadikan film Cast Away sebagai analogi tentang tiga hal yang perlu dilakukan dalam situasi perekonomian dunia yang penuh dengan ketidakpastian.
“Pak Perry (Gubernur BI) pernah mengatakan setidaknya ada tiga nilai yang dapat dijadikan oleh pelaku usaha Indonesia untuk tetap eksis di tengah ketidakpastian global. Ini saya melihat tiga nilai tadi kalau kita adaptasi dari film Cast Away,” kata Presiden Jokowi saat menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Raffles Hotel, Jakarta, Kamis, 28 November 2019.
Presiden menuturkan, film Cast Away ini bercerita tentang sebuah pesawat kargo yang jatuh ke sebuah pulau dan hanya ada satu orang yang bisa bertahan hidup. Ia adalah Chuck Noland yang diperankan oleh aktor Tom Hanks.
“Kenapa dia bisa bertahan hidup dan akhirnya selamat? Ini kalau dihubung-hubungkan dengan ketidakpastian tadi, yang pertama harus mampu bertahan di tengah kesulitan yang menimpa dirinya. Yang kedua, mampu mencari sumber baru yang dapat mendukung upaya untuk tetap bertahan. Yang ketiga, tetap optimis dalam menghadapi berbagai tekanan,” jelasnya.
Dalam kaitannya dengan kondisi ekonomi, Presiden menuturkan, Indonesia patut bersyukur masih memiliki pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen di tengah berbagai tekanan eksternal. Bahkan, di antara negara-negara anggota G20, Indonesia hanya kalah dari China dan India, dan bisa berada di atas Amerika Serikat.
“Tetapi kita juga harus berbicara apa adanya. Tekanan eksternal ini tidak mudah, tidak gampang, tapi saya bersyukur komunikasi antara pemerintah, Menteri Keuangan, dengan Bank Indonesia, Gubernur BI, dengan OJK, sangat-sangat baik sekali. Ini penting karena kalau komunikasi ini tidak ngeklik atau sendiri-sendiri policy-nya, bisa akan ke mana-mana situasi seperti sekarang ini,” ujarnya.
Turut mendampingi Presiden dalam acara tersebut antara lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Selain itu tampak hadir juga Wakil Presiden ke-11 RI Boediono.
Presiden Dukung Pemanfaatan Sumber Ekonomi Baru
Presiden Joko Widodo menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Raffles Hotel, Jakarta, Kamis, 28 November 2019. Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menyebutkan tiga hal yang perlu dilakukan di tengah kondisi global yang penuh dengan ketidakpastian.
Selain harus mampu bertahan dari berbagai tekanan eksternal, menurut Presiden, cara berikutnya adalah dengan mencari sumber-sumber baru. Presiden mengaitkan hal tersebut dengan transformasi ekonomi yang tengah dikejar oleh pemerintah.
Selama ini Indonesia banyak mengekspor komoditas dalam bentuk bahan mentah, seperti nikel, timah, bauksit, hingga batu bara. Padahal, apabila komoditas tersebut diolah sehingga menghasilkan produk turunan berupa barang jadi atau setengah jadi maka akan memiliki nilai tambah yang lebih besar.
“Sebagai contoh batu bara, kalau diolah menjadi DME, menjadi polypropylene bisa mengganti impor kita atas LPG, bisa mengganti impor bahan-bahan baku untuk pakaian. Kenapa lama tidak kita lakukan? Ya karena kita senang impor. Siapa yang impor? Ya orang-orang yang senang impor, bapak ibu saya kira tahu semuanya. Ada yang senang impor dan tidak mau diganggu impornya, baik itu minyak baik itu LPG. Ini mau saya ganggu,” paparnya.
Demikian juga dengan produk lain seperti kelapa sawit yang bisa diolah menjadi biodiesel, dan nikel, mangan, serta cobalt yang produk turunannya bisa menjadi bahan untuk lithium baterai. Lebih jauh, Presiden menyebut, pemerintah tengah mengatur strategi besar bisnis negara agar Indonesia bisa menjadi pemain besar penghasil produksi lithium baterai dunia.
“Karena ke depan yang namanya mobil listrik itu pasti akan besar-besaran diproduksi karena orang sudah tidak senang lagi menggunakan energi fosil,” imbuhnya.
Masih terkait dengan mencari sumber-sumber baru, Presiden Jokowi juga menyebutkan potensi hydro power yang dimiliki Indonesia. Indonesia memiliki sungai-sungai besar seperti Sungai Kayan di Kalimantan Utara yang memiliki potensi 11 ribu Megawatt dan Sungai Mambramo di Papua yang bisa menghasilkan 23 ribu Megawatt.
“Kalau yang namanya sungai Kayan dibendung, ada 10 titik di situ, dan dipakai untuk hydro power pembangkit listrik tenaga air, muncul biayanya hanya 2 sen. Kalau kita pakai batu bara bisa 6-7 sen. Siapa yang bisa melawan angka 2 sen ini? Semuanya akan berbondong-bondong ke sini. Saya sudah sampaikan ke Pak Gubernur, ini akan kita mulai. Karena dari sini lah kita memiliki competitiveness, memiliki daya saing,” paparnya.
Potensi lainnya adalah melalui pengembangan destinasi pariwisata baru. Pemerintah kini tengah berfokus mengerjakan 10 Bali baru, di mana 5 destinasi pertama yaitu Labuan Bajo, Mandalika, Borobudur, Danau Toba, dan Manado ditargetkan selesai pada 2020.
“Airport terminal dibesarkan, runway diperpanjang semuanya, jalan menuju tempat-tempat wisata dikerjakan semuanya. Saya cek terus. 5 selesai 2020, sisanya 3 tahun setelah itu rampungkan lagi. Artinya kita akan mendapatkan devisa dari sektor ini,” ucapnya.
Di samping itu, untuk bisa bertahan dalam situasi global yang tidak menentu adalah dengan tetap optimis. Terkait hal ini, Presiden mengajak para pelaku usaha dan investor untuk tidak ragu-ragu jika hendak menanamkan investasinya.
Karena menurut Presiden, pemerintah kini tengah membangun iklim investasi yang lebih baik. Salah satu caranya yaitu dengan penyederhanaan regulasi dan birokrasi melalui pembuatan omnibus law dan pemangkasan eselon.
“Kalau di sini hadir para pengusaha, jangan sampai ada yang menyampaikan wait and see, enggak. Kalau mau investasi, investasi lah karena kita akan memperbaiki iklim investasi itu,” tandasnya.
Pewarta: Damar