JAKARTA, BeritaBhayangkara.com – Perjuangan dari masa kecilnya membantu orang tua dengan berjalan asongan, mendorong Mayor Inf Alzaki untuk memberikan pengabdian dan prestasi terbaik sehingga menjadi Perwira TNI AD pertama yang namanya tercatat di Wall of Fame US Army Command and General Staff College.
Hal itu diceritakannya saat diundang ke Dinas Penerangan Angkatan Darat (Dispenad), Jakarta, Kamis, (27/6/2019).
Untuk diketahui, pada 14 Juni 2019, Mayor Inf Alzaki, berhasil menyita perhatian para petinggi US Army dan mencatatkan sejarah sebagai Perwira TNI AD pertama yang mendapatkan Award dari The Simon Center.
“Selain mendapatkan Award (The Simon Center Writing Interagency), alhamdulillah dalam kesempatan yang diberikan (TNI AD), bisa menyelesaikan pendidikan di CGSC, US Army University dan Webster University,” ungkap Alzaki.
Diceritakan Alzaki, alasan dirinya berjualan asongan dan membantu usaha bengkel keluarga dikarenakan keinginannya untuk membantu orang tua yang saat itu hidup pas-pasan.
“Ketika itu masih SD, karena kondisi orang tua dan sebagai anak pertama, saya terdorong membantu hanya dengan cara itu,” ujar Alzaki.
Diawal mulai mengasong, lanjut Alzaki, orang tuanya melarang dan meminta agar fokus belajar. Namun olehnya, permintaan itu dijadikan cambuk untuk semakin tekun belajar, sehingga dapat tetap bekerja membantu keluarganya.
“Karena saya selalu menjadi juara 1 di SD maupun SMP dan menjadi siswa teladan di daerah, mereka pun tidak melarang ataupun meminta saya berjualan atau bekerja di bengkel,” tandasnya.
“Meski hanya berjualan kelontongan, beliau ingin anak-anaknya dapat belajar dengan baik dan berprestasi,” ujar Alzaki yang dimasa kecilnya sering ikut lomba pidato, sholat, cerdas cermat maupun perlombaan lainnya.
“Prestasi favoritnya saat itu adalah juara lomba bidang studi matematika. Dalam upacara tingkat Kabupaten, dirinya selalu menjadi Komandan Upacara saat itu. Apabila ada lomba gerak jalan, tim kami selalu juara I,” imbuhnya.
Dari apa yang disampaikan orang tuanya itu, dirinya pun semakin terdorong untuk memberikan yang terbaik bagi keluarganya termasuk mewujudkan keinginannya menjadi anggota TNI.
“Selain bapak dan ibu, yang menjadi figur kekaguman saya ketika itu adalah sosok Babinsa Kodim 0308/Pariaman yang dalam kesehariannya begitu tulus membantu masyarakat. Dari kekaguman itu juga yang mendorong saya ingin jadi TNI,” kata Alzaki kala ditanyakan tentang figur panutannya ketika masih kecil.
Waktu terus berlalu, keinginannya untuk menjadi anggota TNI terus terpatri dan semakin memacu untuk tekun belajar serta mempersiapkan dirinya untuk masuk Akademi TNI melalui jalur SMA Taruna Nusantara (SMA TN) pada tahun 1998.
“Waktu itu, saya dapat informasi dari anaknya teman Ibu yang lebih dahulu masuk SMA TN bahwa selain lulusannya banyak yang menjadi Taruna (Akademi TNI) dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun di Luar Negeri, juga selama sekolah mendapat beasiswa,” ujarnya beri alasan.
“Dengan pola pendidikan yang ketat, di SMA TN tidak hanya belajar akademik saja, namun juga digembleng kedisiplinan, mental, kepribadian dan jasmani serta kemandirian,” terangnya.
“Sehingga itu, yang membuat saya lebih siap dalam mengikuti test dan masuk Akmil,” imbuh Alzaki.
Dikarenakan mengalami culture shock, prestasinya yang waktu itu masih berusia 16 tahun, tidak optimal.
“Mungkin karena itu, pertama kali saya jauh dari keluarga. Namun setelah itu, saya mencoba mengatur kembali cara belajar agar lebih baik. Termasuk selama di sekolah, saya jarang pesiar,” ucap pria kelahiran Bukit Tinggi itu.
“Selama menjadi siswa SMA TN, keinginan untuk menjadi TNI pun semakin tinggi, apalagi melihat sosok Taruna Akmil yang tidak hanya gagah namun juga cerdas dan berwibawa,” Alzaki menambahkan.
Dikatakan Alzaki, selain cita-citanya saat kecil, beberapa hal lain yang membuatnya mendaftar Akmil yaitu kondisi orang tua dan faktor keuangan.
“Ketika itu ibu sakit keras dan setelah lulus di dompet hanya tinggal uang Rp 50 ribu, sehingga dengan uang sebesar itu, jangankan mendaftar, untuk melengkapi administrasi pendaftaran pun sepertinya tidak cukup. Walaupun waktu kecil saya ada keinginan untuk bisa bikin pesawat seperti Bapak Habibie,” kenang dia.
“Belum lagi, andai nantinya kuliah, sepertinya akan mengalami kesulitan,” tambahnya.
Dengan pertimbangan itu, Alzaki akhirnya mendaftar Akmil dan selama pendaftaran dirinya ikut numpang di rumah salah satu Pamong (Staf/Pengajar SMA TN).
“Selama daftar saya tinggal di Magelang, yaitu di rumah Pak Bambang. Saya sangat terbantu beliau, hingga akhirnya lulus jadi Taruna Akmil,” tambahnya.
Perjuangan dan prestasi Alzaki kembali terlihat ketika dalam mengikuti pendidikan Candradimuka dirinya lulus menjadi yang terbaik dari Capratar (Calon Prajurit Taruna) Akademi TNI (Akmil, AAL dan AAU).
“Ketika wisuda jurit, saya bahagia karena dapat memberikan prestasi dan kebanggaan kepada orang tua saya yang waktu itu tidak sempat hadir,” ucapnya.
Diutarakan Alzaki, Wisuda Jurit merupakan awal perjuangan untuk menjadi Perwira TNI AD, sehingga selama pendidikan di Akmil pun dia memilih fokus belajar dan berlatih untuk mewujudkan cita-citanya itu.
“Dengan berbagai dinamika yang ada, bagi saya kehidupan di Akmil dirasakan lebih baik. Karenanya, membayangkan keluarga di kampung halaman, sampai lulus, meski diberikan kesempatan pesiar, saya lebih memilih mempersiapkan diri di Kesatrian. Ketika makan di rumah makan, saya terbayang keluarga saya makan apa di kampung,” terang Alzaki.
Sambil tersenyum, pria dengan tinggi badan sekitar 163 cm dan juga hampir tidak di ijinkan mengikuti seleksi Kopassus karena tinggi badannya itu, menyampaikan bahwa dimungkinkan hingga kini dirinya merupakan pejabat Danmen Korps (Komandan Resimen Korps) Taruna yang terpendek.
“Juga ketika Praspa dilantik Bapak Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, punya kenangan tersendiri. Tapi untungnya kameramen yang mengambil sangat bagus, sehingga semuanya terlihat seperti memiliki tinggi badan yang tidak jauh berbeda,” ujarnya sedikit tertawa.
Menurutnya, amanah jabatan selaku Danmen Korps yang diterimanya itu tidak hanya memberikan kebanggaan tersendiri, namun menuntut komitmen yang kuat agar dapat mengatur dan mengelola kehidupan Korps Taruna dari tingkat I s.d III dengan baik.
“Dengan usia masih dapat dikatakan remaja (21 tahun), para pejabat Korps Taruna, selain dituntut mampu berprestasi, juga menjadi contoh, teladan, serta penjembatan komunikasi antara Taruna dengan pengasuh melalui Mentar (Resimen Taruna) maupun Lembaga (Akmil),” imbuhnya.
Meski mengemban amanah yang cukup berat itu, akhirnya Alzaki pun berhasil lulus dengan meraih prestasi tertinggi dalam pendidikan Akmil yaitu Adhi Makayasa dan Trisakti Wiratama.
“Adhi Makayasa diberikan kepada lulusan Akademi TNI yang memiliki prestasi terbaik dari aspek akademis, jasmani, dan kepribadian, akumulasi dari mulai Capratar sampai dengan tingkat akhir,” terang dia.
“Sedangkan peraih pedang Tri Sakti Wiratama diberikan kepada lulusan Akmil atau Akademi TNI dengan prestasi terbaik dari tiga aspek diatas, namun hanya pada tingkat terakhir pendidikan,” tambah ayah dari dua orang putri itu.
Pasca lulus dari Akmil, berkat dukungan keluarga, rekan dan seniornya, serta doa junior dan anggotanya, lulusan Diklapa II di Australia ini pun tidak pernah lepas mendapatkan prestasi yang terbaik mulai pendidikan kecabangan Infanteri, Komando maupun pendidikan spesialisasi yang diikutinya.
“Merekalah sumber inspirasi dan semangat untuk senantiasa memberikan pengabdian dan usaha yang terbaik,” tegas Alzaki.
Terkait dengan capaiannya saat mengikuti sekolah di CGSC, sosok yang rutin puasa Senin dan Kamis itu, menerangkan bahwa keinginannya untuk mengikuti program The Master of Military Art and Science (MMAS) dari United States Army University dan Program Master Bussines of Administration (MBA) dari Webster University bersamaan dengan pendidikan di CGSC, tidak direkomendasikan oleh dosennya disana.
“Saya disarankan fokus menyelesaikan CGSC, karena dihadapkan alokasi waktu dan tuntutan hasil akademik di CGSC yang tinggi, tidak banyak siswa dari AS yang mengambil program MMAS bahkan program kuliah di universitas lainnya,” ujarnya.
Namun setelah mendiskusikan dengan keluarganya dan juga mendapatkan dukungan semangat dari senior dan rekannya, Alzaki pun dengan penuh keyakinan mendaftar dan mengikuti seleksi di program MMAS dan MBA.
“Khusus untuk program MMAS, setahu saya, ketika itu dari TNI AD baru ada tiga orang yang lulus, yaitu Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, Letkol Inf Frega Wenas Inkiriwang dan Letkol Inf Nurul Yakin atau sekarang saya sebagai orang keempat,”ucapnya.
“Lalu, dari 300-an siswa yang lolos seleksi penerimaan, akhirnya US Army University hanya memberikan Award Degree kepada 152 Siswa US dan mancanegara,” terang Alzaki.
Diungkapkannya, karena sibuk mengerjakan tugas kuliah dari CGSC, US Army University dan Webster University serta mengerjakan tulisan untuk The Simmon Center, pria kelahiran Bukit Tinggi 37 tahun lalu itu, mengaku jika selama itu anak istrinya rela “tidak pesiar” dan tinggal menemaninya di rumah, saat libur.
“Tahun ini, dari 1001 siswa US dan 110 siswa mancanegara yang berasal dari 87 negara, lebih dari 75% nya tidak mengikuti program MMAS maupun universitas lain,” jelasnya.
“Teman saya Mayor Inf Paulus Panjaitan dan Mayor Arm Delli Yudha yang memilih tidak ikut program tersebut, sangat men-support saya selama disana,” imbuhnya.
“Tahun ini, 1.111 siswa dari US Army, US Navy, US Marine, US Air Force, US Coast Guard, US Border Patrol dan beberapa US Government Departments serta siswa mancanegara, termasuk kami bertiga mendapatkan gelar Diploma dan penghargaan International Badge dari CGSC,” ucap prajurit Kopassus yang menjadikan Masjid di Leavenworth sebagai tempat mendekatkan dirinya pada Sang Pencipta.
International Badge merupakan penghargaan yang diberikan sejak tahun 1964 kepada seluruh siswa manca negara yang mengikuti CGSC dan hingga saat ini Alzaki merupakan siswa Indonesia ke-142 yang menerima International Badge.
“Meski tidak menduga, ketika diberitahu mendapatkan salah satu dari empat penghargaan akademik di CGSC, yaitu The Simon Writing Interagency Award, saya merasa senang dan bersyukur karena dapat ikut membuat sejarah baru, yaitu menempelkan Indonesia, khususnya TNI AD di Wall of Fame The Simmon Center,” tutur Alumni Akmil 2004 itu.
Dikarenakan Award tersebut selalu diraih Siswa AS, yang pertama kali yang dilakukan oleh Alzaki, lari ke Masjid di Leavenworth untuk berdoa dan bersyukur kepada Allah SWT karena telah memuluskan perjuangannya itu.
“Saya sangat percaya bahwa perencana yang baik adalah yang mampu merencanakan waktunya dimasa yang akan datang, namun perencana terbaik adalah yang mampu merencanakan waktunya melebihi masa hidupnya,” tegas Alzaki penuh yakin.
“Alam ini kecil bagi-NYA, apalagi hanya untuk mengabulkan apa yang kita inginkan, jika Dia (Allah) berkehendak,” pungkasnya.
Selama di AS, Alzaki aktif mengenalkan Indonesia, bersama kedua sahabatnya di beberapa acara seperti circle of knowledge di Park University, dimana dia mendapatkan apresiasi sertifkat dari People to People Organization.
Pewarta: Putri