Komjen Agus Andrianto: Penyidik Langgar Pedoman Kapolri Soal UU ITE Akan Dihukum

Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto (Foto ist)
banner 120x600

JAKARTA, BeritaBhayangkara.com – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berpesan kepada Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto agar penegakan hukum terkait UU ITE tidak boleh tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Menindaklanjuti pesan itu, Komjen Pol Agus pun memastikan jajarannya tidak akan tebang pilih dalam menangani kasus UU ITE yang masuk.


“Kan ada Wassidik (Pengawasan Penyidikan), ada pengawasan juga dari Propam (Profesi dan Pengamanan), dari Irwasum (Inspektorat Pengawasan Umum),” ujar Komjen Agus di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/2/2021).

Komjen Pol Agus mengatakan, bagi para penyidik yang melanggar surat telegram berisi pedoman penanganan kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dari Kapolri, ada hukuman yang menanti. Sedangkan jika melaksanakannya dan mendapat apresiasi masyarakat, akan mendapatkan reward.

“Kemudian kepada mereka yang melanggar surat edaran Pak Kapolri pasti akan diberikan hukuman. Kemudian yang melaksanakan dengan benar dan mendapatkan apresiasi dari masyarakat juga akan diberikan reward kepada yang bersangkutan,” terangnya.

Komjen Agus mengatakan, dalam pedoman Kapolri soal UU ITE, mediasi menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan kasus ITE utamanya ujaran kebencian. Karena itu, kata dia, mediasi akan diupayakan dalam penyelesaian kasus ITE sesuai pedoman Kapolri.

“Artinya, bahwa terhadap penerapan UU ITE sudah sedemikian dibuka peluang untuk mediasi seluas-luasnya. Dilakukan mediasi dan itu menjadi pedoman untuk kita yang akan menegakkan hukum nanti,” tandas Agus.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memimpin upacara pelantikan 8 pejabat utama (PJU) di Mabes Polri hari ini. Kapolri pun memberi pesan khusus kepada Kabareskrim baru, Komjen Pol Agus Andrianto, di sela pelantikan.

“Bapak Kabareskrim Polri tolong betul-betul dikawal bagaimana mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan. Karena masyarakat masih didapati suasana kebatinan yang merasakan bahwa hukum itu tajam hanya ke bawah tapi tumpul ke atas,” ujar Kapolri kepada Komjen Pol Agus di Mabes Polri.

Sebelumnya, Surat telegram ini bernomor ST/339/II/RES.1.1.1./2021 tertanggal 22 Februari 2021 tersebut ditujukan kepada seluruh kapolda.

Ada dua pedoman penanganan perkara dalam surat telegram tersebut. Salah satunya, seluruh kapolda yang wilayahnya menangani perkara tindak pidana kejahatan siber, khususnya ujaran kebencian, harus melaksanakan gelar perkara melalui virtual kepada Kabareskrim Polri.

“Agar melaksanakan gelar perkara melalui virtual meeting/Zoom kepada Kabareskrim up Dirtipidsiber dalam setiap tahap penyidikan dan penetapan tersangka TTK,” demikian bunyi telegram tersebut. Ejaan sudah disesuaikan.

Selain itu, Kapolri meminta agar tindak pidana pencemaran nama baik/fitnah/penghinaan tidak dilaksanakan penahanan dan diselesaikan dengan cara/mekanisme restorative justice.

Dalam pedoman ini juga dijelaskan perihal tindak pidana kejahatan siber khususnya ujaran kebencian yang dimaksud. Pertama, kasus pencemaran nama baik, fitnah, atau penghinaan yang dapat diselesaikan dengan cara restorative justice.

Terkait itu, Kapolri memberi arahan kepada jajarannya untuk mempedomani Pasal 27 ayat 3 UU ITE, Pasal 207 KUHP, Pasal 310 KUHP, dan Pasal 311 KUHP.

Ujaran kebencian kedua yaitu yang berpotensi memecah belah bangsa (disintegrasi dan intoleransi). Terkait ini, Kapolri membagi dua jenis tindak pidana yang dapat memecah belah bangsa.

Pertama adalah SARA, yang proses hukumnya berpedoman pada Pasal 28 Ayat 2 UU ITE; Pasal 156 KUHP; Pasal 156a KUHP; Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun 2008. Kedua adalah penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran, yang aturan larangannya di Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1946.

Surat telegram ini ditandatangani Wakabareskrim Irjen Wahyu Hadiningrat atas nama Kapolri. Surat dibuat berdasarkan beberapa aturan, mulai UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Kemudian UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008, Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015 tanggal 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian dan terakhir Surat Telegram Kapolri Nomor:ST/2716/IX/RES.2.5./2020 tanggal 21 September 2020 tentang Langkah Penegakan Hukum Kejahatan Siber, Hoax, Ujaran Kebencian, Black Campaign dalam Tahapan Masa Pilkada 2020. (Red.)

DMans
[better-ads type='banner' banner='53227' ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *