PALANGKA RAYA, BeritaBhayangkara.com – Kementerian PPN/Bappenas menggelar Dialog Nasional Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN): Kalimantan untuk Indonesia yang mengangkat tema “Menuju Ibu Kota Masa Depan: Smart, Green, Beautiful, dan Sustainable” di Ballroom Hotel Luwansa, Kalimantan Tengah, Jumat (19/7). Dialog ini dilaksanakan untuk mendapatkan masukan terkait kesiapan Kalimantan Tengah menjadi salah satu calon lokasi IKN, selain Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, dilihat dari perspektif lingkungan hidup serta perspektif sosial dan budaya. Hadir menjadi pembicara utama adalah Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy S. Prawiradinata dan Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran. Selain itu, dilaksanakan talkshow dengan pembicara Wakil Rektor Bidang perencanaan dan Kerjasama Universitas Palangka Raya Sulmin Gumiri, Deputi II Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan Badan Restorasi Gambut Alue Dohong, Dekan FISIP Universitas Palangka Raya Kumpiady Widen, dan moderator Fitria Husnatarina.
“Di mana pun nanti Ibu Kota Baru akan terpilih, Kalimantan akan mendapatkan dampak pertumbuhan secara kewilayahan yang sangat signifikan. Kementerian PPN/Bappenas telah mengukur dampak ekonomi pemindahan ibu kota dan melakukan modelling. Ada tiga kandidat, yaitu: Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Kalau ibu kota pindah ke Kalimantan, pergerakan perdagangan dalam provinsi ibu kota baru dan antar provinsi di Indonesia akan bergerak sangat positif. Kalau ibu kota pindah ke Kalimantan, lebih dari 50 persen wilayah Indonesia akan merasakan peningkatan arus perdagangan, menciptakan dorongan investasi yang lebih luas pada wilayah lain. Keterkaitan ekonomi ibu kota baru dengan provinsi lain juga akan menjadi salah satu pendorong investasi di provinsi lain.
Lebih lanjut, Deputi Rudy menyampaikan hasil penilaian sementara Kalimantan Tengah sebagai calon IKN. Pertama, luas deliniasi kawasan sekitar 401.364,16 hektar dan lokasi potensial sekitar 40.962,62 hektar. Kedua, kuantitas air permukaan diperoleh melalui dua Daerah Aliran Sungai (DAS) utama yaitu DAS Kahayan dan DAS Katingan. Ketiga, daya dukung air tanah di lokasi deliniasi sebagian besar termasuk ke dalam kelas sedang. Keempat, memiliki historis kebakaran hutan cukup banyak dalam kurun waktu 2015-2018, sehingga perlu menjadi perhatian. Titik lokasi kebakaran hutan banyak terdapat di sisi selatan dan tengah wilayah delineasi yang merupakan guna lahan hutan rawa gambut primer dan sekunder. Kelima, memiliki Pelabuhan Laut Sampit yang terletak jauh dari lokasi deliniasi sekitar 219 km, sementara Bandara Tjilik Riwut di Kota Palangkaraya sekitar 149 km dari lokasi deliniasi. Keenam, dari aspek pertahanan dan keamanan, memiliki akses darat, udara, dan laut, meskipun akses laut melalui Pelabuhan Laut Sampit terletak jauh dari lokasi calon IKN.
“Kalimantan Tengah itu provinsi terluas kedua setelah Papua. Lahannya luas, penduduknya sedikit, dan masyarakat Dayak itu terbuka dan suka berteman. Selain itu, cost infrastruktur dan cost sosial Kalimantan Tengah lebih kecil dibandingkan lokasi-lokasi yang lain. Mengolah Kalimantan Tengah itu gampang, mau seperti apa pusat pemerintahan ini, lebih gampang dari lokasi yang lainnya. Lahan gambut, banjir, bisa kita kendalikan, contoh di daerah Pulang Pisau ada perhutanan sosial dengan tanaman sengon yang bisa dikembangkan dengan baik. Pertanian juga bagus, padi organik juga bagus. Dari dua kabupaten yang disebut gambut, surplus padi. Kebakaran lahan tidak akan ada apabila diolah jadi lahan produktif, yang penting ada kepastian,” jelas Gubernur Sugianto sekaligus menekankan keadilan ekonomi harus ditegakkan sebelum pemindahan IKN.
Kriteria penentuan lokasi yang digunakan adalah: 1) lokasi strategis, secara geografis berada di tengah wilayah Indonesia; 2) tersedia lahan luas milik pemerintah/BUMN Perkebunan untuk mengurangi biaya investasi; 3) lahan harus bebas bencana gempa bumi, gunung berapi, tsunami, banjir, erosi, serta kebakaran hutan dan lahan gambut; 4) Tersedia sumber daya air cukup dan bebas pencemaran lingkungan; 5) dekat dengan kota existing yang sudah berkembang untuk efisiensi investasi awal infrastruktur, meliputi a) akses mobilitas/logistik seperti bandara, pelabuhan dan jalan; b) ketersediaan pelabuhan laut dalam yang sangat penting untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim melalui konektivitas tol laut antar pulau; dan c) tingkat layanan air minum, sanitasi, listrik, dan jaringan komunikasi yang memadai untuk dikembangkan; 6) potensi konflik sosial rendah dan memiliki budaya terbuka terhadap pendatang; 7) memenuhi perimeter pertahanan dan keamanan.
“Pemindahan ibu kota ini sepenuhnya adalah kebijakan nasional, pemerintah pusat. Posisi kita adalah sangat siap untuk mengamankan dan menindaklanjuti keputusan tersebut,” jelas Sulmin Gumiri. Terkait aspek lingkungan hidup, Alue Dohong menyampaikan optimisme Kalimantan Tengah dalam menanggulangi kebakaran lahan. “Pembangunan ibu kota negara dari sisi lingkungan hidup, dari perencanaan, konstruksi, pascakonstruksi, harus inklusif. Inklusivitas itu harus ada, contohnya partisipasi masyarakat Dayak secara aktif dalam perencanaan lingkungan hidup hingga pengelolaan taman nasional. Kita sudah memiliki Taman Nasional Sebangau, dengan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Tengah, upaya restorasi dan rehabilitasi gambut akan menjadi lebih baik untuk menunjang ketahanan air dan pencegahan kebakaran lahan dalam menunjang ibu kota, terlebih lagi Bappenas telah mencanangkan Low Carbon Development Indonesia, ini akan sangat tepat dengan Kalimantan Tengah,” jelas beliau.
“Terkait aspek sosial dan budaya, masyarakat Kalimantan Tengah dan masyarakat Dayak memegang teguh filosofi kehidupan yang selaras dengan nafas Pancasila, yakni, toleransi, kebersamaan, gotong royong, jujur, dan adil. Kesiapan seluruh masyarakat Kalteng dan masyarakat Dayak, menyambut dengan antusias. Filsafatnya sudah masuk di dalamnya empat komitmen, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” ucap Kumpiady Widen. Presiden RI Joko Widodo akan menentukan lokasi Ibu Kota Baru pada tahun ini. Targetnya, groundbreaking Ibu Kota baru dilaksanakan pada 2021, dilanjutkan setidaknya pemindahan setidaknya kawasan inti pada 2024. “Sebagai negara maritim, kita harus memastikan ekonomi yang lebih merata di seluruh wilayah, sehingga Ibu Kota Baru harus berada di lokasi strategis, di tengah wilayah Indonesia, harus Indonesia-sentris, mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Jadi, di mana pun nanti diputuskan oleh Presiden, dampaknya akan sangat besar baik. Once in a lifetime, kesempatan kita memiliki sebuah representasi identitas bangsa,” pungkas Deputi Rudy.
Pewarta: Manurung