PAPUA, BeritaBhayangkara.com – Kalau dibilang Nduga saat tidak aman itu sangat betul tapi bukan karena hadirnya TNI Polri di Sana. Nduga tidak aman karena adanya kelompok pemberontak yang mempersenjatai diri secara illegal, melakukan pembantaian terhadap orang-orang yang tidak berdosa, melakukan pemerkosaan terhadap guru dan tenaga medis dan melakukan perlawanan terhadap kedaulatan negara yang Sah.
Sebelum aparat TNI/Polri di tugaskan di sana, Nduga sudah tidak aman, karena di Nduga telah terjadi rangkaian tindakan kekerasan yang luar biasa dan sangat tidak manusiawi: Telah terjadi pembantaian warga sipil di Kenyam termasuk seorang Balita dibacok di kepalanya setelah kedua orang tuanya dibantai di depan matanya, telah terjadi penembakan terhadap pesawat yang menjadi sarana angkutan utama bagi rakyat Nduga, Telah terjadi pemerkosaan dan penganiayaan terhadap sejumlah guru dan tenaga medis di Mapenduma, Telah terjadi pembantaian secara sadis terhadap puluhan pekerja jembatan karyawan PT.Istaka Karya di Yigi, Telah terjadi penyerangan Pos TNI yang mengakibatkan anggota TNI gugur dan luka-luka di Mbua dll.
Dari seluruh rangkaian peristiwa biadab tersebut kenapa Bupati tidak pernah menyatakan Nduga tidak aman? Kenapa setelah aparat keamanan bertindak untuk melakukan pengejaran dalam rangka penegakan hukum baru Bupati menyatakan Nduga tidak aman? Apakah ini berarti bahwa saat ini Nduga tidak aman bagi kelompok pemberontak? Karena pada saat kelompok pemberontak tidak terancam Bupati diam-diam saja tanpa komentar?
Tetapi kenapa justru kehadiran TNI/Polri yang dipersoalkan? Kenapa tidak mempersoalkan keberadaan para gerombolan pemberontak?
TNI/Polri di tugaskan di Nduga adalah di dalam wilayah kedaulatan negaranya sendiri kok dianggap salah sedangkan sekolompok orang mempersenjatai diri secara illegal tanpa hak dan melakukan tindakan separatis merongrong kedaulatan Negara yang sah justru terkesan dilindungi. Pasukan Amerika saja jumlahnya ribuan personel lengkap dengan perlengkapan perangnya di Darwin Australia yang nyata-nyata bukan negaranya, tidak ada yang mempersoalkan. Kenapa kami TNI bertugas di wilayah kedaulatan Negara kami sendiri malah disalahkan. Dan anehnya yang menyalahkan adalah mereka-mereka yang masih mengakui dirinya sebagai warga negara Indonesia, dan lebih aneh lagi sebagian dari mereka adalah pejabat Negara di daerah.
Saat gerombolan pemberontak melakukan pembantaian, menyerang aparat keamanan, melakukan pemerkosaan, kenapa sebagian birokrat, pejabat pemda, anggota dewan, pekerja kemanusiaan, LSM, tokoh agama dll seolah-olah diam bungkam seribu bahasa. Atau mungkin mereka sedang tersenyum sinis sambil berkata “Rasain Lho”. Tapi saat Negara bertindak mengerahkan alat negaranya yaitu aparat keamanan, kok tiba-tiba berbagai pihak bereaksi, menolak, memprotes, menghujat, mencaci maki, memfitnah dan lain sebagainya?
Ini indikator apa? Jangan-jangan yang mengangkat senjata di hutan hanya sekedar alat, sedangkan remote controlnya ada di mana-mana?
Kalau ada yang berpendapat bahwa pembangunan infra struktur di Papua hanya bertujuan untuk digunakan aparat keamanan untuk melakukan pengejaran terhadap kelompok separatis, maka orang tersebut nyata-nyata hanya membela kepentingan Separatis tanpa peduli terhadap kepentingan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Bupati duga menyatakan bahwa kehadiran aparat keamanan non organik di Papua telah menyebabkan ketakutan terhadap rakyat. Tetapi kenapa Bupati tidak pernah mengomentari tentang terjadi pemerkosaan dan pembantaian terhadap puluhan orang yang tidak berdosa? Apakah tindakan mereka tersebut dianggap tidak menyebabkan ketakutan? Apa yang sudah dilakukan Bupati terhadap para pelaku kekerasan tersebut?
Kalau Bupati meminta TNI/Polri dari Nduga, apakah Bupati sanggup menangkap para pelaku pemberontak dan serahkan kepada negara untuk menjalani proses hukum?
Bila terjadi suatu pelanggaran hukum di suatu tempat atau wilayah, pelakunya bebas berlenggang kangkung, sedangkan aparat penegak hukum dilarang bertindak, lantas siapa yang harus bertindak? Apakah para pelanggar hukum tersebut dibiarkan saja bebas bertidak sekehendaknya? Dan dimana kehadiran negara disaat hukum tidak mampu ditegakkan di wilayah kedaulatannya?
Ingat, Bupati selaku pemerintah daerah sebelum memangku jabatannya telah disumpah dibawah kitab suci dengan bunyi sebagai berikut:
“Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa”.
Sedangkan sesuai dengan UU RI No. 23 Tahun 2014 Pasal 67 tentang Kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah meliputi:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-
undangan;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;
e. menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan
baik;
f. melaksanakan program strategis nasional; dan
g. menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi Vertikal
di Daerah dan semua Perangkat Daerah.
Kewajiban membela Kedaulatan Negara bukan hanya tugasnya TNI/Polri, tapi merupakan Hak dan kewajiban seluruh Warga Negara Indonesia sesuai dengan amanat Konstitusi Negara UUD 1945. Jadi siapapun yang mengakui dirinya sebagai warga negara Indonesia, apapun profesi dan kedudukannya, sedang berdomisili di dalam negeri maupun di luar Negri, selain punya Hak mereka berkewajiban membela kedaulatan Negaranya.
Siapapun yang berusaha merongrong kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mereka tidak hanya berhadapan dengan TNI/Polri tetapi mereka berhadapan dengan seluruh Warga negara Indonesia yang tersebar di seluruh dunia.
Pewarta: Putri
Otentikasi Kapendam XVII/Cen, Kolonel Inf Muhammad Aidi