BOGOR, BeritaBhayangkara.com – Tertangkapnya Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) berinisial AB dalam kasus rencana kerusuhan yang akan menunggangi Aksi Mujahid 212 berdampak luas terhadap reputasi kampus IPB dan alumninya. Apalagi bersama AB juga ditemukan barang bukti bom molotov pada saat tertangkap oleh aparat Kepolisian Republik Indonesia. Hal itu menimbulkan keprihatinan segelintir (sebagian) alumni IPB.
Muhamad Karim, alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, menegaskan bahwa mencuatnya kasus ini kian membuktikan hasil penelitian beberapa lembaga seperti BNPT, Setara Institute dan lembaga penelitian UIN Jakarta, bahwa sebagian mahasiswa dan dosen beberapa PTN besar di negeri ini, termasuk IPB, disinyalir terpapar paham radikal dan perilaku kehidupan keagamaan yang eksklusif.
“Saya tidak berprasangka buruk apalagi membangun opini publik yang mencemarkan nama baik IPB. Tetapi, sebagai orang-orang yang pernah berkuliah di kampus tersebut, kami merasa prihatin dan bertanggungjawab kepada publik”, demikian ujarnya. Senada dengan itu, Erika Sari, Alumni Fakultas Teknologi Pertanian, berpandangan, “Saya tak ingin IPB menjadi olok-olokan di masyarakat akibat respon pihak institusi maupun lainnya yang terkesan permisif”.
Saya juga mengingatkan agar pernyataan-pernyataan resmi IPB di ruang publik dan media sosial lebih tegas, jelas dan tidak abu-abu sehingga berpotensi menimbulkan antipati berbagai kalangan”, ujarnya. Ini diamini Herbet Sihombing, alumni Fakultas Pertanian IPB. Katanya, “Selama ini IPB telah mengalami stigmatisasi yang tak baik soal isu gerakan eksklusif.
Salah satunya tahun 2016 terjadi peristiwa menghebohkan. Deklarasi Mahasiswa mendukung Khilafah di GWW – IPB”. Daniarti Saleh, alumni Fakultas Pertanian IPB, amat menyayangkan seorang dosen IPB bisa bertindak sejauh ini. Pasalnya, AB adalah seorang dosen yang semestinya menjadi teladan bagi mahasiswa dalam bersikap, bertindak dan berperilaku dalam kehidupan sosial maupun politik, dan bukan sebaliknya, dimana kasusnya malah menodai nama institusi dan juga alumni IPB di berbagai profesi. Musollini Lubis, alumni Fakultas. Teknologi Pertanian. IPB, menilai, stigmatisasi radikal yang menimpa IPB sudah berlangsung lama.
“Stigma ini telah terpatri dalam benak publik secara luas. Bahkan, saya memperoleh informasi, tak sedikit SMA favorit telah mencoret IPB dari daftar universitas tujuan siswa-siswa mereka.” Andjoko, Alumni Fakultas Pertanian.
IPB menguatkan pernyataan ini, “Tak sedikit pula perusahaan multinasional yang bersikap resisten terhadap pelamar kerja lulusan IPB. Mereka kuatir para lulusan IPB tersebut akan menularkan virus radikalisme kepada karyawan-karyawan mereka. Kasus AB bisa memperburuk kondisi ini”, demikian ujar Andjoko. Senada dengan itu, Thomas Nugroho, Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan IPB, menegaskan bahwa kasus yang menimpa AB, jelas mencederai reputasi IPB. Ia menambahkan, “Pihak IPB seyogyanya bersikap tegas untuk mengecam tindakan tersebut.
Pihak IPB tidak bisa menutup mata atas kejadian ini. Dipertegas oleh Ramses Panjaitan, Alumni Fakultas Peternakan IPB, ujarnya. “Jika kasus ini dibiarkan liar, kian memperkuat stigmatisasi yang telah berkembang luas di ruang publik. Harapan saya, agar tidak ada oknum atau kelompok yang hendak menutupi hingga melindungi tumbuhnya benih-benih radikal di lingkungan kampus. Pasalnya, bakal berpotensi menyulitkan IPB membebaskan dirinya dari stigmatisasi itu.”
Oleh karena itu, kami yang menamakan diri Komunitas Alumni IPB Anti Radikalisme menyatakan sikap sebagai berikut;
1. Menyerahkan dan memercayakan sepenuhnya kasus AB kepada Kepolisian Republik Indonesia untuk diproses sesuai hukum yang berlaku di negeri ini.
2. Meminta dengan tegas kepada Kepolisian Republik Indonesia untuk mengusut tuntas pihak-pihak yang terlibat dalam kasus AB ini beserta jaringannya agar jangan sampai muncul lagi hal serupa di kemudian hari.
3. Meminta dengan tegas kepada Pimpinan IPB untuk menertibkan Mahasiswa maupun organisasi mahasiswa, Dosen dan Tenaga kependidikan yang diduga dan terindikasi terlibat dalam gerakan-gerakan anti NKRI, mengkampanyekan Khilafah, menyebarkan berita bohong (hoax) dan kebencian serta mempersekusi orang lain di ruang publik. Dunia pendidikan tinggi hakikatnya lebih mengedepankan logika, rasionalitas, obyektivitas dan metode pemikiran ilmiah sambil mengingat tugas pendidik dan tenaga kependidikan sesungguhnya sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Pasal 40 ayat 2c adalah memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
4. Meminta kepada civitas akademika IPB untuk berjiwa besar dan kepala tegak untuk menghormati proses hukum yang berjalan dan tidak mambangun opini dan asumsi-asumsi yang menyesatkan sehingga memperkeruh suasana. Proses hukumlah yang akan menentukan yang bersangkutan dinyatakan bersalah atau tidak. Bukan opini, alibi dan asumsi yang dibuat-buat tanpa dasar
5. Menyerukan kepada seluruh orang tua mahasiswa di seluruh Indonesia agar tetap tenang. Putra-putri mereka yang menuntut pendidikan di IPB Bogor tetap belajar dengan aman dan nyaman. IPB adalah perguruan tinggi milik negara yang berada dalam bingkai NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
6. Meminta kepada pimpinan IPB untuk menata ulang kehidupan kampus IPB agar tercipta kehidupan akademik yang nyaman, harmonis, damai, tanpa persekusi, menghormati perbedaan dan kemajemukan, serta mencegah sikap-sikap intoleran dan rasialis dan mengacu kepada Bab III mengenai Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 4 ayat (1) yang bertuliskan: “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.”
Demikian pernyataan sikap “Komunitas Alumni IPB Anti Radikalisme” sebagai bentuk rasa kecintaan kami terhadap almamater dan pertanggungjawaban publik sehingga nama baik IPB sebagai salah satu kampus terbaik di negeri ini tetap terjaga.
Terima kasih, Komunitas Alumni IPB Anti Radikalisme yang ikut mengecam tindakan tersebut diantaranya Muhamad Karim (C-27), Erika Sari (F-31), Herbet A. Sihombing (A-32 ), Daniarti Saleh (A-21 ), Andjoko (A-20), Musollini Lubis (F31), Ramses Panjaitan (D38), Thomas Nugroho (C26) dan Friega Siera Ragina (F32).
Pewarta: Damar