HANOI, BeritaBhayangkara.com – Bakamla RI/Indonesian Coast Guard (IDNCG) mengirimkan Plt. Direktur Kerja Sama Bakamla RI Kolonel Bakamla Salim, S.E., dan Kasubbag TU Kepala Bakamla RI Letkol Bakamla Ridwansyah untuk menghadiri Capacity Building Senior Officers’s Meeting (CBSOM -2019) di Hanoi, Vietnam.
Pertemuan yang berlangsung selama empat hari sejak Senin 9 Desember 2019, dihadiri 17 negara yang tergabung dalam ReCAAP antara lain; Australia, Bangladesh, Brunei, Kamboja, China, Hongkong, India, Inggris Raya, Japan, Korea Selatan, Laos, Myanmar, Filipina, Singapura, Srilanka, Thailand dan Vietnam. Sedangkan 2 negara observer berasal dari Indonesia dan Malaysia.
Dalam kesempatan ini, delegasi Bakamla RI/IDNCG Kolonel Salim berkesempatan memaparkan tentang peningkatan MDA dengan rencana pembangunan Indonesia Maritime Security Integrated System.
Pada sesi paparan ReCAAP tentang update situasi perampokan di laut memaparkan bahwa situasi terbaru antara Januari s.d November 2019 terdapat 21 kejadian, yaitu 12 kejadian di Selat Malaka, 2 Kejadian di wilayah Jakarta,1 Kejadian di Kalimantan Selatan dan 6 kejadian di wilayah lainnya.
Laporan ReCAAP tersebut, mendapat bantahan dan tanggapan dari Delegasi Bakamla RI terkait kebenaran dan kesesuaian data yang didapat ReCAAP.
Pada kesempatan yang sama, Kolonel Salim langsung menyajikan data-data perampokan di laut yang terjadi selama tahun 2019 diantaranya dari Bakamla RI sebanyak 6 kejadian, TNI AL sebanyak 2 kejadian, Kemenko Maritim dan Investasi sebanyak 5 kejadian dan Polri sebanyak 11 kejadian.
Tim ReCAAP menanggapi pernyataan dari Delegasi Bakamla RI bahwa data yang mereka dapatkan berasal dari beberapa sumber seperti ReCAAP focal point yang berada di negara anggota ReCAAP, kemudian Global Integrated Shipping Information System (GISIS) yang dimiliki International Maritime Organization (IMO) dan terakhir adalah lewat Information Fusion Centre (IFC) Singapura melalui perwakilan International Liaison Officer (ILO) masing-masing negara. Tim ReCAAP juga menyampaikan data yang mereka dapatkan sudah melalui proses verifikasi yang membutuhkan waktu hingga 4 minggu.
Setelah melakukan penyesuaian data hasil laporan ReCAAP dengan data riil di lapangan. Delegasi Bakamla RI mengemukakan bahwa terdapat ketidaksesuaian data. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan duplikasi laporan, false report (laporan palsu) yang dibuat pengguna laut yang melewati perairan Indonesia dan terakhir adalah belum adanya verifikasi data yang benar dengan pusat informasi kendali (command center) pihak penegak hukum di wilayah perairan dan yurisdiksi nasional Indonesia.
Selanjutnya, Delegasi Bakamla RI mengingatkan kepada ReCAAP agar berhati-hati dalam menyajikan data jumlah pelanggaran kejadian di laut dan seharusnya dikonfirmasi terlebih dahulu kepada beberapa penegak hukum di laut pada suatu negara tersebut, supaya tidak terjadi pandangan yang negatif dari dunia kepada suatu wilayah perairan tertentu.
“Oleh karena itu prioritas pembangunan Puskodal dan Coastal Surveillance yang dilakukan Bakamla RI sangat tepat sekali sehingga nantinya akan diperoleh data-data tindak kejahatan di laut secara akurat, real time dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu diiringi dengan percepatan Undang-undang Keamanan Laut dan keputusan dari Pemerintah RI untuk segera membentuk Bakamla RI sebagai Coast Guard di Indonesia sehingga verifikasi berita-berita insiden yang menyudutkan Indonesia seperti yang ditemukan oleh ReCAAP dapat segera diklarifikasi dengan adanya sistem komando dan kendali yang jelas,” ujar Kolonel Salim disela-sela kegiatan.
Hasil pertemuan CBSOM-2019 ini adalah terjalinnya hubungan yang erat antara Bakamla RI dengan Maritime Law Enforcement Agencies di Kawasan khususnya dengan Vietnam Coast Guard. Selain itu, solusi hasil diskusi terbaik yang dihasilkan sangat bermanfaat bagi terjaganya kawasan yang aman dan stabil. “Langkah yang dilakukan oleh 20 negara akan lebih kuat dibandingkan dengan 20 langkah yang dilakukan oleh tiap-tiap negara,” Kata Kolonel Salim.
Pewarta: Edo