JAKARTA, BeritaBhayangkara.com – Prostitusi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan “terhadap kesusilaan/moral” dan melawan hukum. Modus prostitusi dilakukan dengan cara yang variatif. Ada yang melibatkan remaja usia di bawah 18 tahun hingga mahasiswi. Ada juga yang menggunakan modus bangunan komersial seperti kafe dan karaoke yang berlokasi dekat dengan objek wisata namun jauh dari pusat keramaian. Yang lainnya dilakukan secara terselubung seperti halnya yang dilakukan AW (35) seorang mucikari wanita yang berhasil diungkap Sat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Priok pada Rabu (29/01/2020) di salah satu tempat penginapan (hotel) wilayah Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Mucikari adalah seorang laki-laki atau wanita yang hidupnya seolah-olah dibiayai oleh pelacur, yang dalam pelacuran menolong mencarikan langganan-langganan dari hasil mana ia mendapatkan bagiannya dan menarik keuntungan dari pekerjaan yang dilakukan oleh pelacur. Mucikari merupakan profesi dalam masyarakat yang diatur di dalam KUHP dan sangat bertentangan dengan kesusilaan, disebutkan istilah mucikari yang tergolong sebagai kejahatan kesusilaan yang diatur dalam Pasal 296 KUHP yang mengancam dengan hukuman penjara kepada siapa saja yang pekerjaannya atau kebiasaannya dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang ketiga. Kemudian Pasal 506 KUHP yang mengatur pidana terhadap mucikari yang mengambil keuntungan dari tindakan prostitusi.
Terdapat pula beberapa pasal lainnya dalam KUHP yang berkaitan dengan prostitusi, yaitu Pasal 297 yang mengatur tentang perdagangan perempuan dan anak laki-laki untuk dijadikan pekerja seks; dan Pasal 295 yang mengatur ketentuan yang mirip dengan Pasal 296 namun berbeda pada obyeknya, yang mana pada Pasal 295 ini ditujukan kepada anak yang belum dewasa.
Jadi, jika prostitusi itu terkait dengan perbuatan zina, yang diartikan sebagai perbuatan persetubuhan di luar ikatan perkawinan, maka prostitusi itu juga bisa dianggap terkait dengan ketentuan Pasal 284 KUHP, yang juga mengatur mengenai tindakan zina. Dalam ketentuan pasal tersebut, perbuatan zina diartikan lebih sempit. Pengertian tentang zina di dalam ketentuan Pasal 284 KUHP ini dipersempit dengan adanya ketentuan bahwa persetubuhan yang dilakukan diluar ikatan perkawinan itu haruslah dilakukan oleh seseorang yang telah kawin dengan orang lain yang belum kawin. Prostitusi juga dianggap terkait dengan ketentuan Pasal 281 KUHP tentang tindakan merusak kesopanan. Kesopanan dalam pasal ini diartikan sebagai kesusilaan, perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu seksual misalnya bersetubuh, meraba-raba kemaluan wanita atau pria, dan lain-lain.
Melihat adanya permasalahan tersebut dan berdarakan informasi masyarakat terkait adanya tindak pidana Prostitusi di wilayah hukum Polres Pelabuhan Tanjung Priok, Team Opsnal Unit IV Sat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Priok dipimpin Kanit IV Iptu Eri Suroto, S.H., M.H., melakukan penyelidikan di wilayah tersebut.
Team memantau ada orang yang melakukan Transaksi dengan yang diduga sebagai Mucikari (Mami). Orang tersebut menyerahkan uang sejumlah Rp. 800.000,-. Setelah terjadinya Transaksi Pembayaran kemudian Team berhasil mengamankannya di depan salah satu Hotel Tanjung Priok, Jakarta Utara dan melakukan interogasi singkat.
Setelah diinterogasi yang diduga Mucikari berinisial AW tersebut mengakui dan menjelaskan telah mengantar 1 wanita (PSK) kepada pelanggan untuk melakukan hubungan intim di salah satu kamar Hotel. Selanjutnya, team Opsnal Polres Pelabuhan Tanjung Priok memastikan bahwa benar terjadinya Praktek Prostitusi di dalam Kamar Hotel tersebut dan membawa terduga Pelaku, Saksi berikut Barang Bukti berupa 1 (satu) Buah Bra Warna Hitam, 1 (satu) Buah Celana Dalam Warna Biru, 1 (satu) Buah Kunci Hotel dengan Nomor Kamar 205, Uang Tunai Rp. 800.000,-, dan 1 (satu) Lembar Kwitansi Pemesanan Kamar Hotel Kamar 205 Seharga Rp. 314.600,- ke Mako Polres Pelabuhan Tanjung Priok guna proses lebih lanjut.
Dari hasil wawancara, Mucikari AW mengatakan telah menjalani profesinya sekitar 1 (satu) tahun, dan mengantarkan PSK kepada pelanggan sekitar 15 (lima belas) kali setiap bulannya, setiap mengantar PSK ke pelanggan untuk berhubungan intim, dia mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) sehingga keuntungan setiap bulannya sebesar Rp. 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah) dan hasil atau keuntungan uang yang didapat dipakai untuk kebutuhan hidup sehari-hari, ungkapnya.
Sementara itu, Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok AKBP Dr. Reynold E.P Hutagalung, S.E.,S.I.K.M.Si.,M.H. melalui Kasat Reskrim AKP David Kanitero, S.I.K., M.Si. menjelaskan kepada awak media, Kamis (30/01/2020) bahwa Prostitusi terselubung, itulah sebagian kalangan menyebutkan karena mereka adanya di jalanan. Tentu saja illegal, dan bukan tak pernah mereka diterbitkan. Prostitusi yang terjadi bukan hanya secara langsung antara penjual dan pembeli, tetapi bisa juga melalui perantara (mucikari atau germo), prostitusi dengan kedok bervariasi atau bisa juga melalui internet. Sudah rahasia umum mereka tak bekerja sendirian, Polres Pelabuhan Tanjung Priok akan terus menyelidiki termasuk risiko terkena HIV/AIDS yang sulit dikontrol, ungkapnya.
“Dalam menjaga ketertiban, keamanan, dan kenyamanan masyarakat, jika prostitusi itu telah menjadi suatu perbuatan yang meresahkan, merusak ketertiban masayarakat, sudah sebaiknya solusi yang tepat untuk menaganinya, salah satunya adalah melalui jalur hukum,” kata Kasat Reskrim AKP David Kanitero, S.I.K., M.Si.
Atas perbuatannya, Mucikari AW (35) disangkakan Dugaan Tindak Pidana barang siapa yang mata pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain Juncto Barang siapa sebagai mucikari (souteneur) mengambil keuntungan dari pelacuran perempuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 296 KUHP Jo Pasal 506 KUHP, jelas AKP David Kanitero.
Pewarta: Damar