JAKARTA, BeritaBhayangkara – Pangkogabwilhan I Laksdya Tni Muhammad Ali, S.E., M.M., M.Tr.Opsla menerima kunjungan kerja Director Naval Ship Design Division (ATLA/JMOD) RADM Hoshi Naoya Jepang di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (21/3/2022).
Pangkogabwilhan I mengucapkan selamat datang kepada Rear Admiral (RADM) Hoshi Naoya di Mabes TNI, Pangkobagwilhan I menjelaskan bahwa beliau sesungguhnya berkantor di Kepulauan Riau dekat pulau Batam dengan suasana alam yang sangat indah, ia berharap RADM Hoshi Naoya dapat berkunjung ke sana suatu saat. “ada rencana Menhan juga untuk membangun satu Frigate dari salah satu negara sahabat di PT Batam Mac,” katanya.
Sementara itu, RADM Hoshi Naoya mengatakan bahwa PT PAL merupakan salah satu partner dari MHI (Mitsubishi Heavy Industries) dalam hal pembangunan Kapal Frigate di Indonesia, namun menurut RADM, PT PAL juga menggunakan Ship Builder komersil lain selain dengan Jepang, tentunya agar terjadi persaingan dalam rangka membuat produksi kapal semakin baik RADM mengucapkan terima kasih atas pertemuan yang telah dijadwalkan pada hari ini terkait penawaran kapal IFF (Indonesian Future Frigate) Jepang kepada Indonesia di mana beliau selanjutnya akan memaparkan kepada Pangkogabwilhan I sambil menunggu keputusan dan anggaran walau belum ada persetujuan, namun sambil menunggu beliau merespons.
Lebih lanjut RADM mengatakan bahwa FFS (Future Frigate Status) baru yang pertama untuk Angkatan Laut Jepang yang diberi nama MOGAMI (nama sungai di Jepang) akan mulai ditugaskan besok dan RADM akan memaparkan secara detail tentang FFS Jepang yang pertama tersebut, walaupun tetap mengakomodir spesifikasi yang diminta oleh Indonesia, ada sedikit perbedaan namun pada dasarnya konsep desainnya adalah sama. FFS diawaki sekitar 90 personel, jumlah yang sangat sedikit.
Beliau mengatakan bahwa MHI merupakan adalah sebuah perusahaan yang mengembangkan teknologi “PILOT JET” dan teknologi tersebut akan digunakan di dalam kapal ini. Sistem senjata menggunakan LEONARDO, perusahaan Eropa yang bekerja sama dengan MHI sehingga menjadikan Frigate yang terbaik. RADM mengatakan bahwa Jepang dan Indonesia adalah dua negara Asia yang diharapkan dapat bekerja sama untuk mengamankan wilayah bersama sama sebagai langkah untuk meningkatkan hubungan kedua negara.
RADM akan merekomendasikan kepada Mabes AL Jepang untuk berkunjung ke Markas TNI AL karena terdapat beberapa perbedaan antara sistem kapal TNI AL dan AL Jepang agar pihak Jepang dapat memahami requirement yang diminta sesuai dengan spesifikasi TNI AL. Dalam kesempatan ini Pangkogabwilhan I juga menanyakan kepada RADM apakah sudah pernah berkunjung ke Markas TNI AL yang ada di Jakarta atau Surabaya.
RADM menyatakan beliau belum pernah namun berencana akan kesana. RADM dalam kunjungan ke Mabes TNI AL, beliau disarankan untuk bertemu juga dengan Kabaranahan Kemhan untuk meminta persetujuan dalam berkunjung ke Markas TNI AL. Pangkogabwilhan I menanyakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membangun satu unit Frigate, kemudian RADM menjawab dibutuhkan waktu sekitar 5 tahun untuk sebuah Frigate. Tergantung dari berapa banyak Frigate yang akan dipesan. Maka separuhnya akan dibangun di Jepang dan separuhnya dibangun di Indonesia, kemungkinan jumlahnya 4 unit sehingga 2 unit dibuat di Indonesia dan 2 unit di Jepang. Ia meyakinkan bahwa Frigate Jepang ini akan sangat mendukung operasional TNI AL karena sangat fleksibel, jumlah personel yang sedikit dengan bahan bakar IFF adalah Bio Fuel.
RADM menjelaskan bahwa antara Angkatan Bersenjata Jepang dan system senjata dari Itali yaitu LEONARDO telah terjalin perjanjian kerja sama internasional dalam hal security dan transfer of technology, sehingga apabila Indonesia ingin mengganti weapon system atau combat management system dari negara lain seperti Turki maka hal ini akan menjadi sulit dicapai karena akan merubah desain Frigate dan juga karena belum ada history antara AB Jepang dan perusahaan Turki selain itu tidak memiliki Internasional Agreement di antara kedua negara.
Selanjutnya RADM menyampaikan bahwa THALES merupakan perusahaan Perancis yang juga memiliki perjanjian kerja sama Internasional dengan Jepang, namun beliau tetap menawarkan LEONARDO sebagai suatu solusi yang terbaik.
RADM menceritakan tentang pertemuannya dengan Menhan RI pada September 2021 di Jakarta di mana Menhan RI menyampaikan sangat puas dengan proposal dari Jepang, namun di lain waktu yang menjadi concern dan sedang dipikirkan kembali adalah terkait dengan Combat Management System yang diinginkan oleh Indonesia karena Indonesia menginginkan selain dari perusahaan LEONARDO. RADM menjelaskan bahwa saat Japan Prime Minister bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor 2019 adalah pertemuan yang sangat positif dan mendukung sepenuhnya terhadap Proyek Presiden Jokowi, perusahaan-perusahaan dan industri Jepang berkesempatan besar untuk melakukan transfer of technology kepada Indonesia sehingga mempererat hubungan antar kedua negara.
Pada kesempatan ini RADM juga menyampaikan bahwa pendekatan yang digunakan oleh Jepang berbeda dengan pendekatan digunakan oleh Eropa, Jepang menggunakan pendekatan yang sangat sopan untuk mendengarkan requirement/permintaan dari pengguna untuk dapat mengakomodir permintaan tersebut. Itulah cara Jepang karena jika Jepang menggunakan cara pendekatan perusahaan-perusahaan Eropa maka Jepang tidak dapat memenangkan kompetisi pasar.
Menurut RADM, Eropa memiliki sangat banyak pengalaman, pengetahuan, sejarah panjang dalam mengekspor. RADM menyampaikan bahwa Jepang tidak diperbolehkan untuk mengekspor defence equipment ke negara mana pun, Jepang hanya dapat mengekspor dalam 5 hal di antaranya : Transportation, mine sweping, the vigilant, the surveillance dan the rescue, 5 hal tersebut tidak termasuk offensive capability, sehingga tetap ada pembatasan. Terkait dengan hal ini disampaikan juga bahwa pemasangan sistem senjata dari IFF tetap akan dilakukan di Jepang, ini merupakan persepsi Jepang.
Pada kesempatan yang sama, Asintel Kogabwilhan I menanyakan apakah ada kemungkinan embargo, di mana Jepang dapat melarang penggunaan persenjataan buatan negaranya dalam beberapa operasi tertentu, kemudian RADM menjawab bahwa tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan, namun intinya bahwa Jepang tetap mengikuti aturan internasional.
Terkait pengurangan kemampuan dan performa operasi dengan perubahan system supply pada konsep IFF. RADM menjelaskan bahwa tidak ada pengurangan performa karena mesin yang menggunakan gas turbine dan kecepatan dari Frigate Jepang masih lebih cepat dibanding yang menggunakan engine turbine. (***)