JAKARTA, BeritaBhayangkara – Bung Karno sebagai Presiden pertama Indonesia dinilai mengupayakan berbagai upaya pengembangan sains dan teknologi demi kemakmuran rakyatnya. Tidak terkecuali gagasan pengembangan teknologi nuklir di Indonesia. Dengan pengembangan teknologi nuklir, Bung Karno berharap, Indonesia dapat memakmurkan rakyatnya, sekaligus menyejajarkan derajat Indonesia dengan negara-negara maju lainnya di dunia.
Hal itu disampaikan oleh dua narasumber, yaitu Yudi Pratama, Direktur Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Bapeten, serta Bonnie Triyana, sejarawan yang juga Pimpinan Redaksi Majalah Historia dalam rangkaian diskusi Bung Karno Series yang tayang di channel Youtube BKN PDI Perjuangan, Rabu (29/6/2022)
“Bung Karno saat itu ingin pengembangan teknologi nuklir kemanusiaan. Contohnya, tahun 1951 di AS ada uji coba bom hidrogen yang berselang hanya 6 tahun dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Dan Bom Hidrogen itu kekuatannya 1.000 kali lipat daya hancurnya daripada bom atom. Pada 1958 Bung Karno dalam ceramahnya, ia menjelaskan betapa bahayanya bom hidrogen itu apabila digunakan sebagai pemusnah masal. Dia bilang seharusnya teknologi nuklir itu digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, untuk riset di bidang apa pun, kesehatan, listrik, dan lainnya. Ini visinya Bung Karno saat itu,” ujar Bonnie.
Pada perkembangan selanjutnya, menurut Bonnie, keinginan Soekarno yang pada akhirnya ingin mengembangkan nuklir juga sebagai senjata tidak terlepas dari konteks perang dingin saat itu. Negara-negara yang memiliki senjata nuklir kemudian dapat menakut-nakuti negara yang tidak memiliki senjata nuklir, pengaruh negara yang memiliki nuklir saat itu menjadi sangat besar.
“Ya kemudian Bung Karno juga ingin menunjukkan bahwa bangsa Indonesia bisa mengembangkan senjata nuklir, untuk bargaining Indonesia di kawasan saat itu. Dan faktanya sampai hari ini kan negara yang punya senjata nuklir memiliki pengaruh besar,” kata Bonnie.
Sementara itu, Yudi menjelaskan, pada saat Bung Karno meletakan batu pertama pembangunan reaktor nuklir di Bandung pada 1961, Bung Karno mengatakan pengembangan teknologi nuklir di Indonesia difokuskan untuk kemanusiaan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Menurut Yudi, kebutuhan akan energi nuklir untuk masa depan adalah sebuah keniscayaan, apalagi dalam rangka mencapai target zero emission carbon pada 2060. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir menjadi solusi yang dinilainya paling efektif.
“Kalau Bicara risiko, kita tidak menafikan Indonesia negara yang berada di ring of fire sehingga berbahaya ketika terjadi gempa. Namun kita lihat Jepang yang lebih berada di ring of fire ternyata kok bisa terus menggunakan energi nuklir? Kenapa mereka bisa walau ada kejadian ledakan di Fukushima beberapa waktu yang lalu, mereka tidak berhenti sampai sekarang faktanya. Bagaimana negara-negara arab yang kaya minyak beralih ke nuklir sudah konstruksi mereka PLTN-nya, sebentar lagi Arab Saudi, Mesir. Ini karena sebuah keniscayaan, ditambah lagi ada kesepakatan dunia yaitu net zero emission, maka pengganti solutifnya ini ya nuklir dengan volumenya yang kecil tapi skala energinya besar,” tambah Yudi.
Lebih lanjut, Yudi menjelaskan, sejatinya kehidupan masyarakat di sehari-hari sudah akrab dengan teknologi nuklir, seperti X-Ray dalam dunia kesehatan, kemudian pemeriksaan di bandara misalnya, pengawetan makanan seperti rendang yang bisa tahan berbulan-bulan, kandungan asbes, gypsum dan lain-lain, semua mengandung nuklir. Dengan demikian, pengembangan nuklir di Indonesia untuk dunia kesehatan, pertanian, dan peternakan seharusnya tidak akan menjadi masalah.
Adapun, selain nuklir menurut Bonnie, Bung Karno telah menyiapkan banyak fondasi sains di Indonesia untuk dijadikan dasar pengambilan kebijakan. Sehingga setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah, benar-benar berdasarkan ilmu pengetahuan.
“Kebijakan yang mengatur hidup rakyat banyak oleh Bung Karno betul-betul inginnya berdasarkan sains, bukan feeling, coba-coba, apalagi kepentingan kelompok tertentu. Bung Karno membuat planetarium agar masyarakat Indonesia mengenal angkasa, keluar dari tradisi klenik. Dan Tahun 1958 dia bilang bukan lagi ngomong zaman nuklir-nukliran sebagai senjata. Ke depan itu masanya penguasaan outer space, jadi Elon Musk yang bikin space x pergi ke mars itu memenuhi ramalannya Bung Karno. Itulah kita bisa melihat Soekarno yang lahir satu abad yang lalu, tetapi kemampuan berpikirnya sudah satu abad di depannya. Kemampuan itu yang membuat bangsa kita keluar dari penjajahan, termasuk nuklir ini bagian dari impiannya,” tutur Bonnie. (*)