SURABAYA, BeritaBhayangkara.com – Presiden Joko Widodo menegaskan kembali bahwa kebijakan pengembangan alat utama sistem senjata (alutsista) yang dijalankan harus turut memperkuat industri pertahanan nasional. Bersamaan dengan itu, ekosistem industri pertahanan lokal yang sehat juga harus dibangun untuk mencapai kemandirian dan mengurangi ketergantungan Indonesia pada barang-barang impor, utamanya pada komponen pendukung industri tersebut.
Hal tersebut disampaikan Kepala Negara saat memimpin rapat terbatas mengenai kebijakan pengembangan alutsista di PT PAL Indonesia, Kota Surabaya, pada Senin, 27 Januari 2020, selepas melakukan peninjauan kapal selam Alugoro yang merupakan hasil kerja sama antara PT PAL Indonesia (Persero) dengan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME).
“Saya ingin mempertegas lagi bahwa kita harus fokus terhadap pembenahan ekosistem industri pertahanan baik yang berkaitan dengan fasilitas pembiayaan bagi BUMN klaster industri pertahanan maupun ketersambungan dengan industri komponen baik itu komponen pendukung maupun bahan baku. Termasuk di dalamnya adalah reformasi supply chain dan pengembangan industri lokal untuk mengurangi ketergantungan kita kepada barang-barang impor,” ujarnya.
Industri pertahanan tersebut, menurutnya, juga harus dikelola dan dijalankan sesuai dengan tata kelola yang baik sehingga mampu meningkatkan efisiensi operasinya. Presiden mengingat saat pertama kali mengunjungi PT PAL Indonesia pada 2015 lalu yang memberikan kesan kepadanya bahwa BUMN yang bergerak di bidang industri galangan kapal tersebut tidak dikelola dengan baik. Namun, setelah dilakukan pembenahan dan mendapat penambahan modal hingga Rp 1,5 triliun kini manajemen BUMN tersebut tampak jauh lebih baik.
“Saya sangat senang saya masuk ke sini lagi, berarti empat tahun setelah itu, kelihatan sekali ada sebuah perubahan manajemen. Saya ini orang pabrik, jadi melihat dan masuk ke sebuah ruangan itu kelihatan ada manajemennya apa tidak, tata kelola benar atau tidak, kelihatan sekali,” tuturnya.
Tak kalah pentingnya, industri pertahanan nasional dimintanya untuk mengubah pola pikir dari semula hanya berfokus pada produk menjadi berfokus pada pasar terlebih dahulu. Dengan cara itu, industri pertahanan kita tidak hanya memproduksi untuk kepentingan militer semata, namun juga untuk kepentingan nonmiliter lainnya sehingga mampu meraih pangsa pasar yang lebih besar dan meningkatkan nilai ekspor produk-produk dari BUMN klaster industri pertahanan.
Sebagaimana diketahui, dalam Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan tahun 2020 beberapa waktu lalu, Kepala Negara menjelaskan bahwa banyak komoditas bisnis nonmiliter saat ini justru dimulai dari industri militer di berbagai negara seperti GPS, drone, dan lain sebagainya. Pola pikir seperti itulah yang hendak ditanamkan Presiden pada industri pertahanan yang dimintanya untuk turut melibatkan UKM dan perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia.
“Saya juga perlu menyampaikan mengenai belanja pertahanan dalam APBN kita sebesar Rp127 triliun itu agar diarahkan ke industri pertahanan kita, paling tidak 15 tahun industri strategis pertahanan kita harus memiliki pesanan sehingga bisa dibangun sebuah rencana panjang yang baik dan investasinya bisa menjadi terarah,” kata Presiden.
Mengakhiri pengantarnya dalam rapat terbatas tersebut, Presiden Joko Widodo mengingatkan agar pengembangan alutsista di dalam negeri harus mampu menyerap dan mengadopsi perkembangan militer terkini sehingga mampu mengatasi lompatan teknologi dalam kurun 20 hingga 50 tahun ke depan.
“Ini memerlukan lompatan, tetapi saya yakin dengan BUMN kita berpartner dengan perusahaan-perusahaan luar yang sudah memiliki reputasi saya kira ini akan lebih cepat kita mengadopsi perkembangan militer terkini,” tandasnya.
Pewarta: Damar