JAKARTA, BeritaBhayangkara – Rangkaian Talk Show ‘Pekan Bung Hatta’ yang yang diinisiasi Badan Kebudayaan Nasional Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam mengenalkan pemikiran, kisah dan sepak terjang Bung Hatta kepada masyarakat luas terus berlanjut.
Selama sepekan, 12-16 Agustus 2022, Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI Perjuangan menayangkan talk show membahas Bung Hatta dalam berbagai perspektif, ditayangkan di Channel Youtube BKN PDI Perjuangan setiap pukul 17.00 WIB.
Pada Sabtu 13 Agustus 2022, ‘Pekan Bung Hatta’ memasuki episode kedua dengan tema pembahasan ‘Apa yang Mau Didapatkan dari Freedom of Speech ala Bung Hatta?’
Dipandu dua aktivis nasionalis muda, Riri Maharani dan Ridwan Yoga, episode kedua ‘Pekan Bung Hatta’ menghadirkan narasumber Beni Kharisma Arrasuli, seorang dosen hukum tata negara dari Universitas Andalas Padang.
Dialog interaktif pada episode kedua ini sangat menarik saat membicara konsep kebebasan berpendapat ala Bung Hatta dan tarikannya dengan kondisi zaman sekarang. Kebebasan berpendapat yang dikonsepkan oleh Bung Hatta harus dipelajari dan diimplementasikan kembali terutamanya oleh anak muda zaman sekarang.
“Bung Hatta selalu menekankan value atau substansi dari apa yang ingin disampaikan utamanya terkait dengan kepentingan bangsa, jadi tidak semata-mata ngomong bebas tanpa isi ya,” papar Beni Kharisma.
Mohammad Hatta menggarisbawahi bahwa anak-anak muda tanah air yang pergi belajar ke Belanda tidak semata-mata memperkaya diri atai mencakapkan diri dengan ilmunya. Sebaliknya, penting untuk menekankan bahwa mereka adalah wakil rakyat terpelajar yang harus kembali ke Indonesia untuk memperjuangkan rakyatnya yang tengah berada di bawah penindasan kolonialisme.
“Hatta adalah seorang tokoh yang menjunjung tinggi freedom of speech. Kebebasan untuk mengemukakan pendapat. Tapi, harus ada substansi yang diperjuangkan. Bukan asal bicara,” kata pria yang menamatkan Sarjana Hukum di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan S-2 di Universitas Gadjah Mada ini.
Beni mengajak kita mempelajari Risalah Sidang BPUKI pada 15 Juli 1945. Bung Hatta yang selama ini lebih banyak mengemukakan pikirannya melalui tulisan, menunjukkan momen langka saat berpidato di forum itu.
“Apa isi pidatonya? Beliau ingin mewujudkan bahwa negara ini perlu dibatasi kekuasaannya, tapi rakyat perlu disejahterakan. Jangan sampai Indonesia jadi negara totalitarian. Akhirnya, jadilah Pasal 28 UUD 1945 terkait kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat,” urainya.
Legacy monumental lain Bung Hatta, yakni tak lama setelah memproklamirkan kemerdekaan bersama Bung Karno, Wapres Hatta mengeluarkan Maklumat 3 November 1945. Maklumat itu mendorong rakyat yang selama ini berada dalam berbagai perkumpulan untuk mendirikan partai politik sebagai bagian dari demokrasi.
“Apakah Hatta sepolitis itu? Sebenarnya tidak. Bung Hatta berharap, dengan parpol, suara rakyat tadi dapat dituangkan,” tutur Beni.
Mundur ke belakang, saat menjalani pengadilan oleh Kerajaan Belanda atas tuduhan sebagai provokator, Bung Hatta membuat sebuah pledoi yang sangat frontal.
“Kami para pelajar Indonesia yang ada di Belanda bukan hanya meninggikan derajat dengan meningkatkan kapasitas keilmuan di sini. Tapi kami juga punya tanggung jawab moral, bahwa ada rakyat kami di Indonesia yang harus diberikan hak-hak kemerdekaannya,” begitu Hatta berpledoi dengan sangat ofensif.
Di sini ia menekankan, bahwa sebagai seorang oposan terbuka, sebuah gagasan atau kebebasan berbicara selalu sah-sah saja, asal ada value di dalamnya. Dalam hal ini, nilai yang diusung dalam setiap gagasan Hatta adalah perjuangan memerdekakan Indonesia dari tempatnya belajar di Belanda.
Beni Kharisma menambahkan bahwa Bung Hatta selalu menghindari hal-hal yang menimbulkan perpecahan. Bung Hatta selalu mengedepankan dialog yang bertujuan mencari jalan keluar bersama dari setiap permasalahan yang sedang dihadapi.
“Ketika mengeluarkan ide dan pendapat, itu selalu dibatasi oleh hak orang lain dan diatur pula oleh undang-undang. Tetapi, negara juga menjamin perlindungan untuk setiap warganya dalam menyampaikan pendapatnya, Dua hal inilah yang sering Bung Hatta gaungkan,” jelasnya.
Beni Kharisma juga melanjutkan bahwasanya ‘freedom of speech’ memiliki nilai-nilai positif karena memang hak setiap orang, dan di sanalah ruang daulat rakyat serta pencarian kebenaran. Ketika kebebasan berpendapat dibuka, akan memberikan dampak kepada proses demokrasi bangsa kita.
“Konsep kebebasan berpendapat ala Bung Hatta yaitu ungkapkanlah ide-ide maupun gagasan yang akan membangun nasionalisme bangsa dan memberikan kontribusi positif bagi bangsa Indonesia,” pungkasnya. (*)