banner 160x600
banner 160x600
ADV Space 970x250

Sikapi Pemberitaan Buruk Zonasatunews.com, D.Manurung : Gunakan Hak Suaramu, TNI-Polri Jamin Pesta Demokrasi Aman

Pengamat Kebijakan Publik dan Informasi, D.Manurung (Foto Istimewa)

JAKARTA, BeritaBhayangkara.com – Ketentuan Undang-Undang No 40/1999 tentang Pers menegaskan penggunaan hak jawab bagi orang yang keberatan terhadap suatu pemberitaan. Jika hak jawab tidak digunakan, hal itu menunjukkan bahwa orang tersebut tidak merasa keberatan terhadap suatu pemberitaan.

Hal itu diungkapkan Pengamat Kebijakan Publik dan Informasi, D.Manurung, terkait pemberitaan di salah satu media http://www.zonasatunews.com/nasional/tarc-solo-sayangkan-ajakan-nyoblos-bergambar-panglima-tni-dan-kapolri-di-solo/.

Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Hak jawab digunakan ketika pemberitaan di media, baik media cetak, media siber, maupun media elektronik, bertolak belakang dengan fakta yang terjadi dan mencemarkan nama baik seseorang atau sekelompok orang.

”Di Indonesia, diatur dengan UU No 40/1999 tentang Pers, hak jawab juga merupakan bagian dari Kode etik jurnalistik yang harus dipatuhi oleh semua wartawan dan perusahaan media. Penyelesaian dilakukan dengan hak koreksi dan hak jawab,” kata D.Manurung.

Implementasi pelaksanaan Hak Jawab tersebut dapat dilihat pada Pasal 10 Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode etik jurnalistik. Dalam peraturan Dewan Pers tentang Kode etik jurnalistik yang telah diperbaharui, menyatakan bahwa wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Selain itu, pelaksanaan hak jawab dan hak koreksi dapat dilakukan juga ke Dewan Pers. Hal itu disebutkan dalam Undang-undang nomor 40 tahun 1999 pasal 15 ayat 2. Salah satu fungsi Dewan Pers adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers, jelas D. Manurung.

Menyikapi pemberitaan tersebut, D.Manurung menjelaskan bahwa media tersebut dinilai telah merugikan karena memberitakan suatu hal yang merugikan nama baik institusi dalam hal ini Polri dan TNI. Dimana diberitakan dalam media tersebut diatas sangat berlebihan dan terkesan bahwa TNI-POLRI tidak Netral.

Dia menjelaskan bahwa “Pemilu” merupakan wujud pesta dan penerapan asas demokrasi dalam kehidupan masyarakat dalam tata keberlanjutan struktur organisasi berbangsa dan bernegara guna memilih wakil rakyat di lembaga legislatif dan pasangan presiden/wakil presiden. Hak tersebut berlangsung untuk periode lima tahun ke depan dan dilakukan melalui mekanisme yang jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia.

Hal ini sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD. Untuk maksud di atas Polri diberikan peran, tugas, serta kewajiban sebagai unsur anggota pengawas, pengaman, dan pelaksana Pemilu 2019. Untuk memenuhi tuntutan kerja, kepentingan, dan kemampuan tersebut Polri harus dapat berbuat, berkehendak, dan bekerja secara baik dan netral dalam keberadaan, peran, maupun tugasnya, kata D.Manurung.

Dalam hal ini, TNI juga berperan sebagai alat negara yang dalam menjalankan tugasnya berfungsi sebagai penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa; dan pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud diatas, TNI juga merupakan komponen utama sistem pertahanan negara yang dalam tugasnya Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang, dan untuk menjamin Pesta Demokrasi 2019 yang aman, damai dan sejuk, sudah sesuai sebagaimana adanya Poster tersebut, tegas D.Manurung.

Tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

Selanjutnya, D.Manurung menjelaskan untuk mewujudkan peran dan tugas Polri dan TNI dalam memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, maupun dalam tugas penegakan hukum serta pembinaan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya dalam mewujudkan Pesta Demokrasi 2019 yang aman, damai dan sejuk perlu diketahui bahwa Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) Dilarang menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya;

Dasar hukumnya Pasal 510 UU Pemilu, berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”

Orang yang baik ancaman, baik kekerasan atau kekuasaan yang ada padanya menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu, Dasar hukumnya Pasal 511 UU Pemilu, berbunyi “Setiap orang yang dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan, atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran Pemilih menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”

Dilarang menjanjikan atau memberikan uang kepada Pemilih; Dasar hukumnya Pasal 515 UU Pemilu, berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”

Dilarang memberikan suaranya lebih dari satu kali. Dasar hukumnya Pasal 516 UU Pemilu, berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu TPS/TPSLN atau lebih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).”

Dilarang menggagalkan pemungutan Suara, dasar hukumnya Pasal 517 berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Dan perlu juga diketahui jika orang yang melakukan kekerasan, dasar hukumnya Pasal 531 berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan, dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Terakhir, D.Manurung menyampaikan demi mewujudkan tujuan dan kepentingan nasional yang dinyatakan dalam pembangunan nasional dan penyelenggaraan Pemilu guna kelangsungan dan keberlanjutan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, mari bersama-sama ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) gunakan hak suaramu sesuai hati nurani mu untuk Indonesia Maju,” ujarnya.

Pewarta : Putri