banner 160x600
banner 160x600
ADV Space 970x250

Rumah Nusantara: Tidak Ada Ruang di Sulut Bagi Siapapun Untuk Suarakan Disintegrasi Bangsa

Rumah Nusantara mengadakan dialog membahas Gerakan Separatis Papua Merdeka yang Merongrong Keutuhan NKRI adalah Musuh Bersama Bangsa Indonesia

MANADO, BeritaBhayangkara.com – Rumah Nusantara kembali mengadakan dialog membahas Gerakan Separatis Papua Merdeka yang Merongrong Keutuhan NKRI adalah Musuh Bersama Bangsa Indonesia. Diskusi yang berlangsung hari ini di Best Western The Lagoon Hotel Manado, Rabu (11/12020) ini menghadirkan empat pembicara yaitu Kepala Badan Kesbang Pol Sulut Evans Steven Liow, Guru Besar Ilmu Politik di Sulut Prof Ishak Pulukadang, Akademisi Unsrat Jhony Peter Lengkong, dan Wakil Koordinator Rumah Nusantara Arcelinocent Emile Pangemanan.

Dialog ini untuk menjamin Sulut menjadi tempat yang aman, damai serta terbuka bagi semua pihak. Kebebasan menyampaikan pendapat tetap dilindungi undang-undang, tetapi tidak ada ruang untuk hal-hal yang dapat mengancam disintegrasi bangsa. Hal ini ditegaskan karena ada kecenderungan dimanfaatkannya ratusan mahasiswa Papua yang menuntut ilmu di Sulut untuk mengangkat ide yang dapat mengancam disintegrasi bangsa Indonesia.

Kegiatan yang mengangkat studi kasus teror KKB/KKSB terhadap sesama bangsa menghasilkan kesepakatan bahwa di Sulut memang tak ada gerakan separatis tetapi landasan yang dilakukan oknum-oknum mahasiswa berlandaskan polarisasi gerakan separatis. Pernyataan tersebut sebagaimana ditegaskan Koordinator Rumah Nusantara Risat Sanger.

“Kami mengingatkan bahwa negara sedang mengungkap fakta sejujurnya tentang penembakan terhadap salah satu tokoh agama. Tetapi masih ada dua kemungkinan, yakni diduga keterlibatan aparat, dan diduga ada keterlibatan KKB/KKSB,” tambah Risat seusai diskusi tersebut.

Jika ada keterlibatan KKB/KKSB, kata Risat, sebaiknya jangan dilindungi. “Jangan dikesampingkan juga sejumlah aparat TNI yang gugur, bahkan sampai pada penembakan tukang ojek dan 13 karyawan tambang tahun lalu. Jangan kita kesampingkan, itu kan sudah diklaim OPM bahwa kejadian itu merupakan bentuk dari mereka,” terangnya.

Sebaiknya perlu melindungi mahasiswa Papua yang diduga diancam oleh oknum gerakan separatis untuk mengikuti unjuk rasa yang mengarah ke disintegrasi bangsa Indonesia. Contohnya harus bergerak cepat merespon apa yang menjadi kebutuhan mahasiswa Papua.

“Masyarakat kan pengawal Pancasila dan NKRI,” jelasnya.

Namun bila sebaliknya saat mahasiswa Papua bergerak ingin meninggalkan NKRI maka harus direspon dan jangan cuma diam.

“Ke depan kita akan buat imbauan-imbauan dari beberapa komponen masyarakat di asrama mahasiswa Papua yang difasilitasi oleh pemerintah kelurahan setempat,” imbuhnya.

Sementara Wakil Koordinator Rumah Nusantara Arcelinocent Emile Pangemanan memaparkan banyak masyarakat yang tidak mengetahui bahwa resolusi PBB menyatakan bahwa Indonesia sudah melakukan langkah strategi pembangunan nasional. Ini sama saja dengan pemerintah Indonesia dianggap mampu membangun Papua.

“Saat ini dengan munculnya ancaman kejahatan transnasional ternyata dimanfaatkan oleh kelompok separatis seperti OPM untuk menyelundupkan senjata bagi mereka,” kata Pangemanan.

Namun pemerintah tidak tinggal diam tapi menjalin kerjasama dengan sejumlah negara tetangga seperti yang ada di Asia Tenggara agar membatasi pergerakan separatis.

“Makanya menuju Indonesia emas pada 2045 mendatang, diperlukan peningkatan mutu pendidikan dan kesejahteraan masyarakat agar bisa menumpas habis radikalisme, supaya tidak memiliki ruang di Indonesia,” tutup Pangemanan. (red.)