MALANG, BeritaBhayangkara.com – Semua propaganda perang, semua teriakan kebohongan dan kebencian yang dilontarkan salah satu media dengan situs Gelorabangsa.com dinilai sangat merugikan Polres Malang khususnya. “Karena sumbernya tidak ada dan setiap orang bisa melakukan kegiatan seperti itu, lawan yang tidak kelihatan, tapi suaranya dan tulisannya muncul tapi orangnya tidak muncul, tidak ada,” ujar D.Manurung selaku Praktisi Media melalui keterangannya, Sabtu, (14/09/2019).
Hal ini pula yang juga digunakan untuk kepentingan terorisme dan radikalisme. Media sosial dan mengatasnamakan insan Pers dianggap metode yang tepat dalam melancarkan propaganda, agitasi dan provokasi.
Melawan opini yang dibangun propaganda sesat media siluman (Gelorabangsa.com) dengan satu kebenaran faktual dan menelusuri siapa, apakah ini kegiatan kelompok terorganisir?
“Untuk itu, kita bersama-sama harus memerangi berita hoax, berita palsu, berita bohong yang justru akan meresahkan masyarakat yang juga akan mengganggu eksistensi Kepolisian dalam melaksanakan kewajibannya selaku penegak hukum,” ajak D.Manurung.
Terkait kasus ZA yang ramai dibicarakan netizen, Kapolres Malang AKBP Yade Setiawan Ujung melalui keterangannya menjelaskan beberapa hal sehingga tidak ada prasangka tanpa fakta lengkap dan tanpa pengetahuan hukum yang memadai sebelum berpendapat.
Lebih Lanjut, dijelaskannya bahwa kejadian itu bermula dari adanya laporan penemuan mayat pada hari Senin 09 Sept 2019 yang dilaporkan ke Polsek Gondanglegi Polres malang. Mendapatkan laporan tersebut aparat Polres malang mendatangi TKP dan benar saat itu ditemukan seorang Laki-laki dalam keadaan sudah meninggal Dunia dengan Luka tusukan di dada kiri.
Selanjutnya, dari hasil olah TKP dan penyelidikan di lapangan ditemukan informasi dari masyarakat bahwa malam sebelumnya yakni Minggu, (08/09/2019) di sekitar lokasi ada desas-desus tentang kejadian ribut-ribut dan pemalakan. Berbekal info ini, Polisi mendalami alur ceritanya.
Singkat ceritanya, lalu diperoleh informasi bahwa yang ribut-ribut di malam tersebut dan terlibat dalam kejadian penikaman adalah seorang laki-laki bernama ZA. Kemudian polisi melakukan penangkapan terhadap ZA, kata Kapolres AKBP Yade menjelaskan. Perlu digaris bawahi bahwa terhadap ZA dilakukan penangkapan berdasarkan hasil pendalaman informasi di lapangan (Bukan menyerahkan diri), tandasnya.
Kemudian dari hasil pemeriksaan terhadap ZA baru kemudian muncul cerita tentang motif penusukan yang dilakukannya sehingga menyebabkan korban Meninggal dunia. ZA yang merupakan pelajar SMA (namun sudah menikah) mengaku bahwa pada hari Minggu, (08/09/2019) sekira jam 19.00-20.00 wib dia bersama pacarnya seorang perempuan bernama V (yang bukan istrinya) sedang berada di ladang tebu didatangi oleh 2 (dua) orang laki-laki.
Diketahui dua orang tersebu kemudian langsung mengambil kunci sepeda motor milik ZA yang saat itu masih menempel di sepeda motor. Selanjutnya kedua laki-laki tersebut meminta ZA agar menyerahkan barang yang dimilikinya kalau tidak diancam akan dibawa ke balai desa. Awalnya ZA menyerahkan HP miliknya namun kedua laki-laki tersebut meminta seluruh barang yang dibawa termasuk sepeda motor milik ZA.
Sempat terjadi cekcok mulut karena ZA tidak mau menyerahkan sepeda motornya sehingga salah satu laki-laki tersebut mengancam lagi akan memperkosa wanita yang bersamanya. ZA lalu menawarkan akan menyerahkan uang dengan maksud agar teman wanitanya/ceweknya tidak diperkosa. Kedua laki-laki pemalak tersebut sempat berembuk dan membelakangi ZA.
Pada saat itu ZA secara diam-diam membuka jok sepeda motornya dan mengambil sebilah pisau yang sudah dibawanya dari rumah dan menyembunyikan pisau di tangannya. Lalu Kedua laki-laki pemalak tersebut menghampiri ZA dan tetap meminta semua barang milik ZA dan mengancam akan memperkosa V. Karena emosi lalu ZA langsung menikam laki-laki yang ada dihadapannya mengenai dada. Melihat hal tersebut teman laki-laki pemalak yang lain melarikan diri. ZA mengejarnya namun tidak berhasil. Selanjutnya ZA bersama V pulang ke rumah.
Disini ZA “TIDAK MELAPORKAN” kejadian tersebut ke Polisi, sampai akhirnya keesokan harinya ditangkap Polisi berdasarkan hasil penyelidikan, jelas Kapolres Malang AKBP Yade.
Berdasarkan kronologis keterangan ZA yang menyebutkan sebelum kejadian penusukan yang menyebabkan orang meninggal bahwa ada kejadian pemalakan/pemerasan maka kemudian polisi bergerak cepat Menangkap laki-laki bernama A yang merupakan teman dari pelaku pemerasan yang meninggal di ditusuk ZA dan saat ini A sudah ditahan, ungkapnya.
Polisi masih mengembangkan kasus pemerasan/pemalakan kepada 2 (dua) orang terduga lainnya. Sementara terhadap ZA, mengingat ada peristiwa penikaman/penusukan menggunakan sajam dan ada korban yang sudah Meninggal dunia, maka hasil gelar perkara awal memenuhi bukti permulaan yang cukup ditetapkan sebagai tersangka penusukan/penikaman yang menyebabkan orang meninggal dunia. Namun berdasarkan pertimbangan kronologis pengakuan ZA terkait “membela diri” dan juga statusnya yang masih pelajar SMA serta pertimbangan subjektif penyidik maka terhadap ZA sejak awal “Tidak Dilakukan Penahanan” dan hanya dikenakan wajib lapor di luar jam sekolah.
Terkait dengan tanggapan masyarakat khususnya di medsos tentang motif “membela diri” perlu disampaikan bahwa Pasal 49 KUHP berbunyi, “TIDAK DIPIDANA, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.”
Disini terlihat bahwa hukum memberikan pengecualian terhadap orang yang melakukan kejahatan karena “membela diri” sehingga tidak boleh dipidana. Namun perlu diketahui bahwa pembelaan darurat (noodwer) ini ada kriterianya yakni : 1) ada serangan yang melawan hak. 2) proporsional antara serangan dan pembelaan diri. 3) non substitusi atau tidak ada pilihan lain saat peristiwa terjadi dan yang dibela ialah diri sendiri, orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri/orang lain. Perlu diketahui bahwa Hakim lah yang berwenang dan akan mempertimbangkan kriteria tersebut diatas di pengadilan (bukan penyidik polisi atau jaksa penuntut atau pihak manapun), tegas Kapolres AKBP Yade.
Dalam KUHP diatur tentang alasan pemaaf dan alasan pembenar seperti contoh pasal 49 (noodwer) diatas. Namun perlu diketahui bahwa sesuai aturan, dalam praktiknya jika polisi menjumpai peristiwa semacam ini, ia tetap diwajibkan memeriksa perkaranya dan membuat proses verbal. Hakimlah yang berkuasa memutuskan tentang dapat tidaknya terdakwa dipertanggungjawabkan atas perbuatannya itu. Hakim yang menilai apakah perbuatan ZA ini masuk kategori “pembelaan darurat” atau bukan sehingga dengannya ia bisa dibebaskan, tambah Kapolres AKBP Yade.
Dari beberapa hal diatas, perlu ditegaskan bahwa penyidik kepolisian “TIDAK BERWENANG” melepaskan pelaku kejahatan yang melakukannya dengan motif “pembelaan darurat” (membela diri), “HAKIMLAH YanG BERWENANG” untuk menentukan apakah pelaku masuk kategori pembelaan darurat melalui pemeriksaan di pengadilan. Polisi berkewajiban menyajikan semua fakta-fakta didalam berkas perkara. Dalam kasus ZA ini yang bisa dilakukan penyidik polisi berdasarkan kewenangan diskresinya adalah TIDAK MELAKUKAN PENAHANAN terhadap ZA dan Penyidik TIDAK PUNYA kewenangan hukum menerapkan pasal-pasal alasan pemaaf maupun alasan pembenar, HARUS melalui putusan hakim di pengadilan, jelas Kapolres AKBP Yade mengakhiri penjelasannya.
Pewarta: D.Man