banner 160x600
banner 160x600
ADV Space 970x250

90% Pengadaan Proyek PJU-TS Desa Diduga Mark Up, LSM dan Ormas Anti Korupsi Siap Laporkan!

Dugaan Mark Up Proyek Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) berupa Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya (PJU-TS) di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh

JAMBI, BeritaBhayangkara.com – Proyek Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) berupa Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya (PJU-TS) yang diadakan oleh beberapa desa di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi diduga kuat berpotensi korupsi.

Hal ini dikarenakan Proyek PJU-TS yang dikelola dari dana desa tersebut masih merupakan sesuatu yang baru, khususnya di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Masih awamnya para Kepala Desa mengetahui biaya sebenarnya (real cost), terkadang dimanfaatkan oleh pihak ketiga dalam mengolah dan merekayasa dana kegiatan desa tersebut yang berujung pada besarnya dugaan kerugian keuangan desa.

Ketidaktahuan masyarakatpun menjadi manipulasi bersama antara beberapa oknum Kades dan rekanan mitranya dalam meraup keuntungan yang justru telah keluar dari ketentuan yang telah ditentukan.

Padahal dalam pengelolaan dana desa, pemerintah telah memberi pagar terkait rambu-rambu legalitas yang wajib dipatuhi, karena menyangkut keuangan negara yang harus dipertanggungjawabkan. Peraturan dan dasar hukum yang merupakan relevansi dari setiap kegiatan di desa diantaranya ialah UU No.6 Tahun 2014 tentang desa, Peraturan LKPP No.12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Desa. Disamping dasar hukum tersebut, pelaksanaan wewenang yang diamanatkan kepada Kepala Desa (Kades) tak lepas dari Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terkait Pengadaan PJU-TS yang telah dilaksanakan beberapa desa di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh dua tahun terakhir, LSM KPK Tipikor dan Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) DPC Kerinci telah melakukan investigasi bersama ke titik-titik pemasangan, melakukan koordinasi dengan para teknisi berkompeten dan pihak Inspektorat guna membuka tabir indikasi pungli dan rekayasa anggaran yang sejauh ini rata-rata berkisar 70% sampai dengan 100% dari harga dasar per itemnya.

Ketua DPC LAKI Kerinci Jon Hendri kepada Beritabhayangkara.com mengatakan bahwa beberapa ormas dan LSM akan membuat laporan pengaduan, dugaan bersama hasil investigasi kami di lapangan kepada institusi penegakan hukum terkait.

“Ya, menyikapi banyaknya proyek PJU-TS yang berpotensi korupsi, kami dan beberapa Ormas Anti Korupsi akan melaporkan masalah ini guna mempertanggungjawaban dana desa yang diduga diselewengkan. Sejauh ini kami DPC LAKI Kerinci telah melaporkan tiga desa ke salah satu institusi hukum di Kerinci terkait kasus tersebut, dan sekarang tengah menyiapkan laporan bersama dengan LSM KPK Tipikor untuk melaporkan 7 (tujuh) Kades lagi,” ungkap Jon Hendri dalam keterangannya kamis (07/05/20).

Ketika ditanyai desa mana saja yang masuk dalam daftar laporannya, Jon Hendri menambahkan bahwa ada 4 (empat) desa di Kab. Kerinci dan 3 (tiga) Kades di Kota Sungai Penuh yang akan kita naikkan laporannya.

Menyikapi situasi dan kondisi Virus Corona (Covid-19) ini, bagaimanapun tak pernah menyulutkan perjuangan kami untuk tetap konsisten dalam memperjuangkan gerakan anti korupsi di daerah. Alhasil, dengan koordinasi yang baik bersama pihak Inspektorat Kabupaten sejauh ini, hasil investigasi bersama ini akan menjadi tambahan data untuk audit mereka nantinya,” tambah Jon.

Semangat anti korupsi yang ditunjukkan oleh Ormas dan LSM pusat maupun daerah dalam mengantisipasi tindak pidana korupsi patut mendapat dukungan dari banyak pihak. Dan setiap Kepala Desa yang menjalankan amanat, tidak semena-mena dalam merekayasa dan memanipulasi anggaran.

Perlu diketahui dalam Pasal 3 Undang-Undang No.31 Tahun 1999, jo UU No.20 Tahun 2001 jelas ditegaskan “bahwa setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau penjara paling singkat 1 tahun atau paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.

Dengan adanya pengawasan dari masyarakat, ditambah keseriusan para institusi hukum dalam menindaklanjuti kasus ini, semoga akan didapatkan supremasi hukum yang tegas, khususnya dalam hal pencegahan korupsi di Indonesia, tutup Jon. (NP)