SIDOARJO, BeritaBhayangkara.com – Merespon informasi dari masyarakat jika di Desa Pagerngumbuk, Wonoayu, Sidoarjo, terdapat tempat memproduksi dan memasarkan kerupuk tahu berbahan bleng (bahan kimia seperti boraks), pada 24 Februari 2021, Unit V Tipidek Satreskrim Polresta Sidoarjo berhasil mengungkap kasus tersebut.
Di lokasi UD. Ridho Mashur milik inisial SN. dan ST., Polisi mendapati tumpukan kerupuk tahu Cap Gajah yang mengandung bahan bleng siap edar sejumlah 3,9 ton. Dengan rincian 787 plastik kemasan 5 kg. Serta diperoleh juga barang bukti sekitar 1,4 ton bahan bleng atau yang berjumlah 58 sak.
Kasatreskrim Polresta Sidoarjo Kompol Muhammad Wahyudin Latif menjelaskan, bahwa pengungkapan kasus kerupuk tahu berbahan bleng ini sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 33 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan.
“Di dalam Permenkes ini, dijelaskan bahwa untuk bahan tambahan pangan berupa bleng sejenis borak sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh. Bahan ini juga biasa digunakan sebagai bahan bangunan dan bahan las. Sementara bila digunakan pada makanan, untuk jangka panjang dapat mengakibatkan kanker dan gangguan pada rongga tubuh lainnya,” jelas Kompol Muhammad Wahyudin Latif, Senin (1/3/2021).
Dari hasil pemeriksaan polisi kepada pasangan suami istri SN dan ST tersebut, telah membuat kerupuk tahu ini sejak 2015, dan memasarkannya hingga ke Jakarta, Bali dan beberapa wilayah di Jawa Timur.
“Selanjutnya bersama Dinas Kesehatan kami akan terus kami kembangkan terkait kasus ini, termasuk apabila masih didapati ada yang beredar di pasaran,” lanjutnya.
Analis Obat dan Makanan Dinas Kesehatan Provinsi Jatim, Rahmi, membenarkan bahwa penggunaan bahan tambahan bleng pada makanan sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia. Karena dapat mengakibatkan penyakit kanker dan gangguan sakit lainnya. Sebab itu, pihaknya terus menerus mengedukasi dan menyosialisasikan kepada para produsen makanan maupun minuman agar jangan menggunakan bahan tambahan makanan yang tidak sesuai peraturan Kementerian Kesehatan RI.
Terhadap kedua pasangan SN dan ST, polisi mengenakan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 136 atau Pasal 142 Undang-undang RI tentang Pangan dan Pasal 62 ayat 1 Undang-undang RI Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. (Didik)