TUBAN, BeritaBhayangkara – Penyerobotan tanah adalah pendudukan atas tanah yang sudah dipunyai oleh orang lain. Penyerobotan tanah diatur dalam KUHP dan Perppu 51/1960, di mana diatur larangan memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah.
Mengacu pada hal tersebut, diduga kuat Mantan Kepala Desa Tasikharjo, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Sutaji melakukan penyerobotan tanah belasan hektar milik salah satu warga.
Sutaji yang terancam dilaporkan ke pihak yang berwajib, diduga melakukan pendudukan atas tanah yang sudah dipunyai oleh milik Ibu Kamdinah (Almarhum). Dari hasil keterangan warga yang berhasil dihimpun awak media ini yang juga sebagai saksi hidup yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa Ibu Kamdinah adalah 3 (Tiga) bersaudara di antaranya Bapak Wiro, Ibu Kamdinah dan Ibu Kami.
Dijelaskannya, bahwa ketiganya tidak ada yang mempunyai keturunan atau anak. Hanya, Ibu Kamdinah pada saat itu mengangkat seorang anak yaitu Ibu Temu. Dan Ibu Temu sendiri mempunyai 4 (Empat) anak yang salah satunya bernama saudara Karyono.
Menurut keterangan Ibu Temu yang merupakan anak angkat Ibu Kamdinah, bahwa sebelum beliau meninggal telah memberikan sebuah kertas yaitu berupa KTP dan Tanah Petok D yang merupakan surat keterangan pemilikan tanah dari kepala desa dan camat setempat. Sebelum Undang-undang Pokok Agraria berlaku pada 24 Desember 1960, petok D merupakan alat bukti pemilikan tanah.
Setelah diklarifikasi di Kepala Desa, diterangkan bahwa buku C tanah tersebut masih atas nama Ibu Kamdinah. Untuk diketahui bahwa Letter C sendiri adalah buku register pertanahan yang ada di desa atas kepemilikan tanah di lokasi tersebut secara turun temurun. Letter C disimpan di kantor desa masing-masing.
Selanjutnya, dari hasil investigasi yang dilakukan Awak media ini, diketahui bahwa beberapa hari yang lalu di desa Tasikharjo ada program pemerintah Prona atau PTSL. Proyek Operasi Nasional Agraria. Proyek massal ini merupakan proses administrasi sertifikat pertanahan bukti kepemilikan sah yang harus dimiliki oleh pemilik tanah.
Untuk PTSL sendiri telah diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2018. Program gratis ini telah berjalan sejak tahun 2018 dan direncanakan akan berlangsung hingga tahun 2025.
Berlanjut ke penyerobotan tanah yang dilakukan Mantan Kepala Desa Tasikharjo, diketahui sebagian tanah tersebut telah disertifikat. Namun, menurut keterangan Kepala Desa bahwa kepala desa merasa ditipu oleh pihak yang menguasai tanah tersebut yakni menantu mantan Kepala Desa Tasikharjo.
Menurut pengakuan pihak yang menguasai tanah tersebut, bahwa tanah tersebut sudah dibeli. Awak media ini juga telah mendatangi Ibu Temu untuk klarifikasi beberapa hari yang lalu. Ibu Temu menceritakan semua, di mana beliau juga tidak tahu kalau dia ini anak angkat Ibu Kamdinah. Bahwa yang ia tahu Ibu Kamdinah adalah Ibu kandungnya. Karena beliau masih bayi saat diambil oleh Ibu Kamdinah. Setelah bertemu Ibu Temu, tim kami mengikuti keluarga Ibu Temu untuk menemui Kepala Desa dan meluruskan permasalahan tersebut.
Dari hasil klarifikasi kepada Kepala Desa Tasikharjo, Damuri langsung menanggapi dengan sigap yang mengambil keputusan mempertemukan kedua belah untuk dilakukan mediasi pada hari Minggu 10 Oktober 2021 yang lalu. Namun, sampai berita ini diturunkan tidak ditemukan titik terang.
Menurut Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), menyatakan bahwa, untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah di seluruh Indonesia maka dilakukanlah Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia, tapi ternyata di dalam upaya legalitas hak atas tanah tak sedikit membuka peluang yang menimbulkan celah terjadinya kejahatan yang disengaja maupun tidak disadari.
Menurut hukum Indonesia, penyelesaian sengketa, khususnya sengketa pertanahan, dapat dilakukan melalui berbagai proses penyelesaian sengketa, baik melalui lembaga peradilan seperti dalam peradilan umum, peradilan tata usaha Negara, maupun penyelesaian sengketa di luar lembaga peradilan, seperti mediasi, arbitrase, maupun melalui penyelesaian lembaga adat, dan cara penyelesaian sengketa tanah non pengadilan adalah melalui BPN (Badan Pertanahan Nasional.
Kasus pertanahan meliputi beberapa macam antara lain:
1. Mengenai masalah status tanah.
2. Masalah kepemilikan.
3. Masalah bukti-bukti perolehan yang menjadi dasar pemberian hak dan sebagainya
Penyelesaian ini sering kali Badan Pertanahan Nasional diminta sebagai mediator di dalam menyelesaikan sengketa hak atas tanah secara damai saling menghormati pihak-pihak yang bersengketa. Berkenaan dengan itu bilamana penyelesaian secara musyawarah mendapat kata mufakat, maka harus ada pula disertai dengan bukti tertulis, yaitu dari surat pemberitahuan untuk para pihak, berita acara rapat dan selanjutnya sebagai bukti adanya perdamaian dituangkan dalam akta yang bila perlu dibuat di hadapan notaris sehingga mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
Penerapan hukum pertanahan yang kurang konsisten akan menimbulkan konflik kewenangan. Selain itu inkonsistensi pengaturan juga akan berdampak pada terbukanya peluang bagi oknum-oknum pertanahan untuk mengeruk keuntungan pribadi yang sebesar-besarnya atas inkonsistensi peraturan tersebut. Penciptaan peraturan yang baik tanpa disertai dengan penegakan hukum secara konsekuen dapat menyebabkan pendudukan tanah, penyerobotan hukum, pemalsuan dan/atau penipuan surat bukti hak atas tanah, dan sebagainya. Oleh karena itulah maka sengketa pertanahan ini harus dapat dideteksi dan diselesaikan sedini mungkin, ungkapnya mengakhiri. Masalah pidana pertanahan, antara lain, permasalahan penyerobotan tanah, penggarapan tanah yang tidak dilakukan secara legal, permasalahan tanah terkait dengan adanya unsur penipuan, pencurian, dan sebagainya.
Tindak Pidana dalam sengketa pertanahan diatur dalam sejumlah ketentuan kejahatan berupa penyerobotan tanah diatur dalam pasal 167 KUHP dan Pasal 168 KUHP. Kejahatan berupa pemalsuan surat-surat tanah masing-masing diatur dalam 263, 264, 266 dan 274 KUHP. Kejahatan berupa penggelapan atas barang tidak bergerak seperti tanah, rumah dan sawah–ini biasa disebut dengan kejahatan stellionaat, diatur dalam Pasal 384 KUHP. (Nurhadi)