JAKARTA, BeritaBhayangkara.com – Konservasi dan pelestarian Orang Utan Kalimantan dari kepunahan digelar dalam diskusi terbuka yang digagas oleh Oxford & Cambridge University Alumni Network Society bekerjasama dengan Universitas Atma Jaya, di Universitas Atma Jaya-Kampus Semanggi Jakarta, Jumat (15/2/2019). Hal tersebut disampaikan President University of Oxford Society of Indonesia Rio Haminoto pada acara diskusi tersebut.
Dikatakan Rio, populasi Orang Utan yang merupakan satwa endemik Indonesia semakin mengkhawartikan disebabkan oleh berbagai aktifitas dan perilaku manusia yang menyebabkan populasi satwa tersebut semakin berkurang.
Hewan primata dengan nama latin Pongo Pygmaeus hidup paling banyak di hutan-hutan Kalimantan dan Sumatera. Studi paling komprehensif tentang orangutan di Kalimantan memperkirakan jumlah populasi orang melorot lebih dari 100.000 sejak tahun 1999, karena perkebunan kelapa sawit dan perindustrian kertas menyusutkan habitat mereka di hutan dan konflik-konflik fatal dengan penduduk meningkat.
Diperkirakan jumlah orangutan ini bisa turun menjadi 47,000 pada tahun 2025 dari estimasi populasinya tahun 2016 sekitar 105,000. Hal tersebut mamacu para peneliti dan pecinta satwa untuk melakukan konservasi agar satwa yang menjadi ciri khas Indonesia tersebut tidak mengalami kepunahan.
Adalah Rondang Sumurung Edonita Siregar seorang warga negara Indonesia yang mendedikasikan dirinya untuk menekuni perilaku Primata dan Ekologi. Ia meraih gelar Master dan Doktor nya dari Universitas Cambridge dari tahun 2002-2009.
Rondang Sumurung Edonita Siregar yang merupakan Doctor of Philosophy in Primate Behavior & Ecology-Biological Science Universitas Cambridge yang diwadahi dalam Oxford & Cambridge University Alumni Network Society mengadakan diskusi terbuka bersama Universitas Atma Jaya dengan judul” Behavioural Assessment of Orang-utans during Rehabilitation and Reintroduction in East Kalimantan, Indonesia di Universitas Atma Jaya, Jakarta pada hari Jumat (15/2/2019).
Penelitian wanita kelahiran 1 September 1965 ini, diawali dengan suatu fakta bahwa ketika populasi Orang Utan liar menurun secara dramatis, upaya untuk merehabilitasi dan mengembalikan Orang Utan ke hutan semakin meningkat di Indonesia dan Malaysia, sebagai bagian dari upaya untuk menyelamatkan spesies ini dari kepunahan.
“ Sejak 1960-an, lebih dari 600 orangutan tawanan (Pongo pygmaeus dan Pongo abelii) telah dilepaskan ke dalam kawasan lindung di dalam kawasan hutan di Kalimantan dan Sumatra (dan ada 1000 hewan lebih banyak di pusat rehabilitasi/reintroduksi), tetapi tidak ada data untuk mengukur hasil dari pelepasliaran, “ ujar Rondang.
Dalam pemaparan Rondang, dari hasil penelitiannya, pemantauan pasca pelepasan yang ketat dan jangka panjang harus menjadi bagian penting dari proyek reintroduksi, untuk menentukan kelangsungan hidup dan beranak pinak. Orangutan yang dipelihara di kandang menunjukkan lebih banyak mencari makan, menggunakan ketinggian (perilaku arboreal) dan membangun ‘sarang’ daripada yang dari ‘halfway house’ dan menghabiskan lebih sedikit waktu di tanah. Interaksi sosial menunjukkan pembelajaran perilaku yang sesuai terhadap spesifik.
Adaptasi perilaku orangutan diteliti di Pusat Rehabilitasi Orangutan Wanariset, dan kemudian di kawasan pelepasan di Hutan Meratus, Kalimantan Timur dari Mei 2000 hingga November 2002.
“ Rekomendasi rehabilitasi di masa depan pada spesies ini adalah mendesain ulang pendekatan rehabilitasi termasuk meningkatkan pengayaan lingkungan dalam kandang untuk mendukung pelatihan keterampilan yang penting untuk bertahan hidup di hutan, “ imbuh Rondang dalam pemaparannya.
Selain itu mendesain ulang, ungkap Rondang, proses ‘halfway house’ dalam hal pelatihan keterampilan yang tepat sebelum rilis dan pemilihan kandidat yang lebih baik. Orang utan muda (2-4 tahun) harus dilatih keterampilan di Halfway House atau lingkungan semi alami, yang lebih menyerupai habitat alami untuk memaksimalkan peluang mereka untuk bertahan hidup.
Rekomendasi lainnya adalah pengumpulan dan pemantauan data sesudah pelepasliaran yang ketat dan sistematis untuk menilai adaptasi hewan dan mengembangkan rencana manajemen jangka pendek untuk meningkatkan kelangsungan hidup orangutan yang dilepasliarkan, dikombinasikan dengan rencana jangka panjang untuk pelepasliaran berikutnya.
Diskusi terbuka ini digagas oleh Oxford & Cambridge University Alumni Network Society bekerjasama dengan Universitas Atma Jaya sebagai bentuk kepedulian kedua lembaga pendidikan tinggi tersebut terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia, tanpa terkecuali pelestarian habitat satwa liar yang menjadi kebanggan Bangsa Indonesia.
Oxford & Cambridge University Alumni Network Society memiliki komitmen untuk memberikan riset-riset, pemikiran, dan tindakan yang terbaik bagi peradaban dunia dan umat manusia. Times Higher Educational World University Ranking pada tahun 2018 ini telah kembali menempatkan Universitas Oxford dan Cambridge sebagai Ranking 1 dan 2 di dunia.
Dengan para alumni yang telah mengisi 27 kursi Perdana Menteri Inggris, 30 Presiden / Perdana Menteri di berbagai belahan dunia, dan ratusan pemenang Nobel, Universitas Oxford dan Cambridge memiliki hubungan yang kuat dengan para alumninya di seluruh dunia.
Pewarta : Putri