JAKARTA, BeritaBhayangkara.com – Untuk pertama kalinya aktris Anggika Bolsterli (24) menerima tawaran film layar lebar yang bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia. Anggika Bolsterli menerima tawaran memerankan peran Nauli, gadis desa asal Danau Toba, Sumatera Utara, dalam film Sang Prawira. Film Sang Prawira merupakan karya Ponti Gea bersama Mabes Polri dan Polda Sumatera Utara. Sang Prawira mengisahkan tentang perjalanan pemuda bernama Horas yang menjadi polisi.
Pemeran Horas merupakan seorang polisi yakni Ipda Dimas Adit S. Anggika Bolsterli mengaku geregetan melihat akting perwira polisi tersebut yang menjadi lawan mainnya.
“Cukup bikin geregetan. Maaf bukannya merendahkan, tetapi ketika aku sampai lokasi, ya memang bakat aktingnya kurang,” kata Anggika Bolsterli. Anggika Bolsterli mengatakannya saat gala premiere film Sang Prawira di XXI Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (23/11/2019).
Rasa jengkel itu karena adegan yang penuh emosional harus dimainkannya bersama Iptu Dimas seperti dalam skenario film.
“Memang prosesnya cepat ya. Cuma aku sebagai yang lebih dulu di akting, aku mencoba mengarahkan dan memancing emosinya Dimas,” ucapnya.
Meski begitu, bukan maksud aktris kelahiran Jakarta, 21 Juni 1995, itu untuk menggurui sang polisi berakting. Namun, dia ingin tampil total dalam film yang dibintanginya dan memberikan karya terbaik.
“Kayaknya kalau mereka ikut perintah, aku orang awam yang berani marahin polisi karena aku memberikan pembelajaran,” pungkasnya.
“Aku hanya mancing dan marahin Horas supaya bisa menangis dan memainkan emosinya,” ucapnya.
Menurut dia, kualitas berakting seseorang itu butuh waktu dan jam terbang. “Tapi aku di sini hanya memancing saja biar aktingnya cukup untuk film,” katanya.
Dia juga memberi saran kepada anggota polisi yang nantinya ingin meneruskan bakat aktingnya itu.
“Walaupun semua dapat perintah, akting itu soal perasaan enggak mesti ikut perintah aja. Apa pun itu harus pakai perasaan,” ujar Anggika Bolsterli. Film Sang Prawira bercerita menceritakan sosok Horas, pemuda yang memiliki cita-cita ingin membanggakan keluarganya bangkit dari kemiskinan.
Untuk melawan takdir garis kemiskinan, Horas pun mendaftar ke akademi kepolisian (akpol). Keinginan menjadi polisi pun terwujud. Horas berhasil menjadi seorang polisi yang mampu membanggakan dan membangkitkan garis kehidupan keluarganya.
Namun, dibalik kesuksesannya itu, kehidupan Horas terbilang tak mulus. Dalam perjalanan hidupnya, Horas kehilangan orang tua, kekasih, dan sahabat.
Ponti Gea tak hanya menceritakan tentang perjalanan Horas menjadi polisi, integritas dan kehidupan kepolisian, melainkan keindahan Danau Toba. Bersama Mabes Polri dan Polda Sumatera Utara, Ponti Gea juga memperlihatkan keindahan budaya dan wisata dari Sumatera Utara.
Pewarta: Damar