BANDUNG, BeritaBhayangkara – Wilayah Papua secara de Facto dan de Jure merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu, konsep pola operasi terpadu dalam penanganan Papua harus melibatkan seluruh komponen bangsa.
Hal tersebut disampaikan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Dr. Dudung Abdurachman, saat menjadi Keynote Speaker dalam Seminar TNI AD VII yang mengangkat tema “Peran TNI AD Dalam Mendukung Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua” yang digelar di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) Bandung, Jawa Barat, Kamis (14/9/2023).
Ditegaskan Kasad bahwa persoalan Papua selalu dikaitkan dengan latar belakang sejarah. Selain itu, banyak tokoh-tokoh separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang terus berupaya mengangkat persoalan Papua di forum internasional, dengan memunculkan kasus-kasus HAM di masa lalu, serta isu kesenjangan sosial dan kesejahteraan yang dialami rakyat Papua.
“Semua pihak, termasuk rakyat Papua di daerah rawan, sangat merasakan dampak konflik. Dimana aksi kekerasan dan kekacauan yang terjadi telah membawa kesulitan di bidang ekonomi. Kondisi Papua saat ini jauh lebih baik, karena satuan-satuan TNI yang ditugaskan di Papua telah banyak berbuat dengan berbagai upaya dalam membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua,“ ungkap Kasad seraya menyebut bahwa semua upaya tersebut dilakukan agar kelompok yang berseberangan dan ingin melepaskan diri dari NKRI, dapat tergerak hatinya untuk bersama-sama membangun Papua menjadi lebih maju dan damai.
Menurut Kasad pula, berbagai program pembangunan di Papua tidak berjalan lancar, karena gangguan dan aksi teror kelompok separatis Papua masih marak terjadi. Hal tersebut dikuatkan oleh data Kogasgab TNI di Papua.
Dimana hingga Agustus 2023 ini, tercatat telah terjadi 95 aksi teror OPM, termasuk 43 kali aksi penembakan terhadap aparat TNI-Polri dan masyarakat sipil, yang mengakibatkan 80 orang menjadi korban (32 orang meninggal dunia dan 48 lainnya luka berat dan ringan). Ada pula aksi pembakaran fasilitas umum seperti sekolah maupun puskesmas. Semua tindakan tersebut sengaja dilakukan OPM untuk menekan rakyat Papua agar mendukung keinginan OPM.
“Kalau kita tanya rakyat Papua, pada umumnya mereka berharap Papua aman. Jadi rakyat Papua itu menginginkan kondisi damai, aman, dan pembangunan dapat berjalan dengan baik,“ imbuh Kasad.
Dalam kesempatan tersebut, Kasad juga menegaskan bahwa pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 24 Tahun 2023 tentang Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua Tahun 2022-2041. Dalam kajian Percepatan pembangunan Papua tersebut, TNI mendapat amanah untuk menjalankan tiga tugas.
Pertama, memberikan dukungan pengamanan pembangunan di Papua, mendukung Pemda dalam penyediaan pelayanan masyarakat dalam pendidikan dan kesehatan di daerah terpencil, perbatasan, komunitas adat terpencil, serta membangun komunikasi sosial dengan tokoh agama, tokoh masyarakat dan ormas-ormas dalam mewujudkan percepatan pembangunan. Tugas kedua yaitu satuan TNI melaksanakan tugas operasi di Papua, baik operasi tempur maupun operasi Intelijen, sebagai pengamanan wilayah. Sementara tugas ketiga yaitu, meyakinkan bahwa TNI mendapatkan dukungan instansi terkait, agar pelaksanaan tugas dapat dilakukan secara optimal.
“Ini yang saya katakan, bahwa tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, TNI tidak dapat melaksanakan tugasnya secara optimal. Sebab penanganan Papua bukan hanya tugas TNI. Oleh karena itu, dukungan dari berbagai instasi kementerian dan lembaga pemerintah untuk bersama-sama dalam percepatan pembangunan Papua sangat penting, karena kemampuan TNI juga terbatas,” ungkap Kasad.
Seminar TNI AD VII yang dilaksanakan selama dua hari ini mengusung tema “Strategi TNI AD Dalam Penanganan Permasalahan Papua”. Menghadirkan beberapa narasumber dari kementerian maupun lembaga negara, pejabat pemerintah daerah Papua, serta para prajurit yang pernah melaksanakan tugas pengamanan di Papua. Seminar ini merupakan kontribusi TNI Angkatan Darat dalam penanganan permasalahan Papua secara komprehensif dan terpadu. (Dispenad)