JAKARTA, BeritaBhayangkara.com – Anggota Komisi VIII DPR RI, Hj. Lisda Hendrajoni, angkat bicara terkait kabar hilangnya sejumlah nama KPM (Keluarga Penerima Manfaat) BST (Bantuan Sosial Tunai) dari daftar pada periode Maret – April Tahun 2021. Hj. Lisda Hendrajoni turut angkat bicara dan mengecam tindakan tersebut, karena terkesan sangat mendadak, dan akan terjadi saling tuding di daerah yang berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pimpinan di daerah.
“Kalau mau dihilangkan namanya (penerima) jangan mendadak. Harus ada sosialisasi kepada masyarakat, sehingga nanti masyarakat paham kenapa namanya tidak lagi masuk dalam daftar penerima. Kalau mendadak seperti ini, akan menimbulkan konflik baru, yang berakibat terhadap kepercayaan masyarakat kepada Kepala Daerah, bahkan hingga Kepala Desa,” ujar Anggota Komisi VIII DPR RI saat dihubungi melalui ponselnya, Selasa (20/04/2021).
Sebelumnya tersiar kabar sebanyak 1.412 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) BST pada salah satu kelurahan di Jakarta Barat, tidak lagi masuk ke dalam daftar penerima tahap 3 dan 4 pada bulan Maret dan April. Meskipun Kemensos memastikan bahwa tidak ada pengurangan jumlah KPM program BST yang berakhir April 2021. Namun ada penyesuaian data KPM BST dengan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) milik Kemensos RI.
“Kita memang meminta Kementerian untuk melalukan pemutakhiran data, agar bantuan ini tepat sasaran, dan tepat guna. Namun bukan dengan cara tiba-tiba menghilangkan nama penerima bantuan seperti ini. Tentu ada tahapan yang harus dilalui, terutama sosialisasi kepada masyarakat,” tegasnya.
Lisda menambahkan, upaya pemutakhiran data tersebut, sebetulnya cukup diapresiasi. Namun, terjadi sejumlah masalah persepsi sehingga tindakan yang diambil juga menjadi salah.
“Seharusnya ada pendataan ulang dengan membentuk Klaster – klaster, misalnya klaster A untuk masyarakat yang betul-betul butuh bantuan, klaster B yang sedang, dan klaster C untuk yang sudah membaik. Setiap tahapan tersebut juga terus disosialisasikan dan dievaluasi secara berkala, sehingga bisa dipantau efektivitas dari bantuan yang diterima jika tidak ada perkembangan,” jelas Lisda.
Dengan pendataan yang apik dan model klasterisasi itu, menurut Lisda, bisa diketahui seorang warga apakah masih membutuhkan bantuan jenis tertentu atau sudah bisa keluar dari kategori penerima bantuan.
“Jadi jangan dibikin masyarakat ini terkaget – kaget, hingga kemudian apalagi dadakan seperti ini, sementara zaman sekarang lagi susah,” ujar Lisda.
Bisa mengeluarkan masyarakat dari jerat Kemiskinan tentu jadi harapan bersama, tapi caranya perlu cermat dan memastikan hak-hak masyarakat terpenuhi. Data bahwa seseorang tercatat sebagai penerima PKH (Program Keluarga Harapan) selama 13 tahun misalnya, adalah pecutan mengenai seberapa efektif suatu program bantuan sosial, sekaligus menimbulkan pertanyaan, “Ini kesalahan dari siapa?,” ujarnya dengan penuh pertanyaan.
Jadi, Lisda memungkasi, pemilahan harus benar-benar cermat dilakukan bersama termasuk dengan para Ahli.
“Oh, ini yang betul-betul masih perlu dibantu, ini yang sedang, ini yang sudah mulai bisa mandiri sehingga lebih kita kuatkan. Kita lihat nih, tahun berapa nih mereka bisa kuat, supaya mereka keluar itu betul-betul mandiri, jangan keluar nanti jadi masalah lagi,” pungkasnya. (Mardoni)