PESSEL, BeritaBhayangkara – Angka kemiskinan di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), periode 2021 mencatatkan rekor tertinggi dalam rentang waktu 5 tahun terakhir. Artinya, program peningkatan kesejahteraan yang dicanangkan Bupati Rusma Yul Anwar terhadap masyarakat belum membuahkan hasil yang maksimal.
Kepala BPS Pesisir Selatan, Yudi Yos Elvin, menyebutkan, lonjakan kemiskinan itu seiring naiknya angka kemiskinan di periode itu menjadi Rp491.573 per kapita per bulan. Angka itu naik 5,09 persen dari Rp467.743 per kapita per bulan akibat kenaikan harga kelompok bahan pangan.
“Di sisi lain, pendapatan tidak naik, sehingga beban pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pokok menjadi bertambah,” ujarnya saat dihubungi wartawan di Painan, Sabtu (29/1).
Garis kemiskinan (GK) merupakan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk ke dalam golongan miskin atau tidak miskin.
Berdasarkan catatan BPS, persentase dan populasi penduduk kemiskinan di Pesisir Selatan selama 5 tahun terakhir (2017-2021) terkonfirmasi berfluktuasi, namun dengan kecenderungan meningkat.
Pada 2017, kata dia, angka kemiskinan di daerah berjuluk “Negeri Sejuta Pesona” itu tercatat sebesar 7,79 persen atau sekitar 35.530 jiwa, dan turun menjadi 7,59 persen atau sebanyak 34.920 jiwa pada 2018.
Angka itu naik di 2019 menjadi 7,88 persen atau 36.510 jiwa, dan turun ke posisi 7,61 persen atau 35.460 jiwa sepanjang 2020. Kemudian kembali melonjak pada 2021 hingga 37.140 jiwa atau sebesar 7,92 persen.
“Persentase posisi itu, menempatkan Kabupaten Pesisir Selatan pada ranking ke-3 tertinggi dari 19 kabupaten/kota di Sumbar. Dan dari sisi populasi kedua tertinggi setelah Kota Padang,” ucapnya menjelaskan.
Ia menuturkan, imbas kenaikan harga kebutuhan pokok sangat dirasakan sebagian besar keluarga petani, khususnya yang ada di sub sektor tanaman pangan dan hortikultura. Sebab, mereka merupakan masyarakat dengan pondasi perekonomian yang rapuh, sehingga rentan terhadap gejolak harga kebutuhan pokok dan penunjang produksi seperti pupuk bersubsidi.
Karena itu, lanjut dia, upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang disusun pemerintah kabupaten harus fokus pada lapangan usaha yang rentan terhadap gejolak ekonomi seperti sektor pertanian.
Apalagi, sektor perekonomian merupakan sumber utama pertumbuhan dan sekaligus sebagai penyerap tenaga kerja terbanyak, lebih dari 40 persen dari total angkatan kerja.
“Pertumbuhan ekonomi itu tidak hanya soal laju peningkatan PDRB semata, tapi juga sejauh mana kemampuannya menekan angka kemiskinan,” katanya.
Upaya Pemkab Pesisir Selatan
Secara terpisah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappedalitbang) Pessel, Hadi Susilo, mengakui terjadinya gejolak ekonomi dua tahun terakhir akibat Covid-19, sehingga berpengaruh terhadap perekonomian, khususnya di sektor pertanian.
Karena itu di 2022, pemerintah kabupaten menambah porsi anggaran untuk pertanian dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), mengingat peran penting lapangan usaha pertanian bagi kinerja perekonomian daerah.
“Detailnya saya kurang tahu, tapi yang pasti sudah lebih besar dari tahun sebelumnya,” ucap mantan Kadis Pariwisata Pemuda dan Olahraga itu di Painan.
Diketahui, Pemkab Pesisir selatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (2021-2026), menjadikan pertanian sebagai program strategis, tak hanya produksi, tapi juga kegiatan hilir untuk memberikan nilai tambah bagi produk unggulan daerah.
Untuk tanaman pangan seperti padi, kata dia, ke depan tidak lagi menjual padi di sawah. Pemerintah daerah bakal mendorong investasi penggilingan, sehingga padi bisa diolah dan dijual dalam bentuk beras kemasan.
Selain itu, meningkatkan serapan padi petani lokal untuk memenuhi cadangan pangan dan beras pemerintah.
“Jadi, dengan demikian kami optimis kesejahteraan petani, khususnya tanaman pangan bakal meningkat,” ujarnya. (Nanda)