KENDARI, BeritaBhayangkara.com – Radikalisme menjadi ancaman nyata bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Parahnya, radikalisme saat ini diduga sudah menyasar hingga ke kalangan anak-anak dan remaja yang masih duduk di bangku sekolah umum maupun Pondok Pesantren.
Tak mau kecolongan masuknya paham radikalisme, pondok pesantren Ummusshabri Kendari mulai melakukan penangkalan masuknya paham radikal terhadap anak didik dan tenaga pengajarnya.
Pertama, pihak Ummushabri Kendari memberikan pemahaman kepada anak didiknya tentang bahaya paham radikal untuk keberagaman di Indonesia.
“Paham radikalisme itu bisa menyasar semua segmen usia, termasuk anak anak di lingkungan pendidikan kita, oleh karena itu, untuk membentengi anak didik kita dari paham radikal, harus dimulai dari pemberian pemahaman kepada anak – anak itu sendiri tentang radikalisme,” jelas Kepala Madrasah Tsanawiah, Pesantren Ummusabri Kendari, Imanul Muttaqin, kepada wartawan, Kamis (5/11).
Kemudian kedua, lanjut Immanul Muttaqin, mencegah paham radikal di Ummusshabri juga dimulai dari penerapan kurikulum pendidikannya.
“Kita mulai dari kurikulumnya, kita mulai dari pendidikan di lembaga pendidikan itu sendiri. Ummusshabri menjadi pesantren tertua di Sultra yang sangat mendukung keberagaman dalam hal keagamaan. Dari segi desain kurikulum, kita sudah menyiapkan materi materi pembekalan untuk anak didik kami agar bisa membentengi diri terhadap pemahaman tentang keberagaman aliran agama, dan cara menangkal faham radikal,” ujarnya.
Selain itu, Ummusshabri Kendari juga membekali anak didiknya dengan pemahaman sejarah dari berbagai aliran dalam agama islam. Seperti contoh, aliran khawarij dan aliran lainnya.
“Kami memahami bahwa paham radikal itu tidak muncul pada zaman modern ini, pembahasan ini sebenarnya sudah dari berabad abad yang lalu, oleh karena itu, di Madrasah harus dibekali pemahaman awal mula dari muncul paham radikal,” katanya.
Selain untuk para anak didiknya, Ummusshabri Kendari juga ketat dalam seleksi tenaga pengajarnya. Imanul Muttaqin menjelaskan, sebelum menjadi tenaga pengajar di Ummusshabri, para guru akan melewati serangkaian assessment.
“Untuk tenaga pengajar, sebelum mengajar harus melalui tahapan assessment, artinya guru – guru itu diseleksi ketika masuk disini, mulai dari pemahaman keagamaan secara umum, maupun kompetensi dalam hal membaca konstaladi keagamaan yang ada,” ujarnya.
Imanul bilang, proses assessment bagi para tenaga pengajar di Ummusshabri dilakukan agar para guru betul – betul memaparkan ilmunya dengan baik dan benar, sesuai dengan ajaran islam maupun tentang keberagaman di Indonesia.
Selain internal pesantren Ummushabri Kendari yang terus berupaya mencegah paham radikal, Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara juga melakukan hal yang sama. Caranya, dengan melakukan sosialisasi secara rutin tentang bahaya radikalisme.
“Sosialisasi terkait paham radikal di pesantren rutin kami dilakukan. Kami dari Subdit 4 Ditintelkam Polda Sultra ditugaskan untuk mendata pondok – pondok pesantren yang diduga terpapar radikalisme,” jelas Kanit III, Subdit 4, Ditintelkam Polda Sultra. Kompol Jumsah.
Menurut Jumsah, pesantren Ummushabri Kendari yang menjadi pesantren tertua dan terbesar di Sultra, menjadi sasaran kegiatan sosialisasi kontra radikal.
“Termasuk salah satu pesantren yang besar di Sultra inilah Ummusshabri, kurang lebih ada 2000 orang santrinya, ini menjadi sasaran utama kami melakukan kegiatan kontra radikal, itu berarti kami mencegah agar santri – santrinya jangan sampai terpapar radikalisme,” katanya.
“Jadi memang rutin seperti tadi saya kumpulkan santri, mulai dari ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah untuk memberikan pemahaman masalah radikalisme jangan sampai masuk dalam pesantren ini,” pungkasnya.
Pewarta: Damar